MEDAN, kaldera.id – Fakta menarik terjadi tatkala Bobby Nasution dan Aulia Rachman menerima rekomendasi resmi dua partai, PPP dan NasDem, secara terpisah di Medan.
Terlihat, kehadiran sejumlah tokoh politik, baik kader dan tokoh yang sedang aktif di legislatif saat pasangan Bobby Nasution dan Aulia Rachman hadir di Kantor DPW PPP maupun DPW NasDem Sumut.
Ketika di PPP Sumut, sejumlah anggota DPRD Medan tampak hadir. Dari tuan rumah PPP sendiri, ada nama Abdul Rani. Sekretaris PPP Sumut Jafaruddin Harahap yang bertugas menyerahkan rekomendasi.
Ketua PPP Medan, Aja Syahri tampak mendampingi beserta kader dan pengurus inti. Kemudian, tampak Ketua DPC PDI-P Kota Medan Hasyim SE dan Sekretaris Roby Barus.
Dua nama ini punya posisi oke di DPRD Medan. Hasyim sebagai Ketua DPRD Medan, dan Roby Barus sedang diamanahi sebagai Pansus Covid- 19.
Tampak pula anggota dewan dari Gerindra.
Selain itu, puluhan kader partai pengusung ikut menghantar pasangan Bobby Nasution dan Aulia Rachman menerima Dokumen bernama B1-KWK itu.
Di NasDem Sumut, tampak Ketua Iskandar ST. Politisi senior dan juga mantan Gubernur Sumut, Tengku Erry Nuradi pun tampak hadir. Afif Abdilah, Ketua NasDem Kota Medan yang juga sedang duduk di Dewan jelas hadir dan beberapa kali tampak bercengkrama dengan Bobby Nasution dan Aulia Rachman.
Fakta Menarik Bobby Nasution dan Aulia Rachman
Lantas, apa kata pengamat melihat semangat koalisi partai dalam pencalonan Bobby Nasution dan Aulia Rachman di kontestasi Pilkada Medan 2020 ini?
“Begini, saya melihat kekompakan itu bisa dilihat dari figure. Satu figur kuat bisa menyamakan persepsi dan bergerak bersama,” kata Pengamat Politik dan Pemerintahan dari UIN Sumut Faisal Riza, Rabu (2/9/2020).
Fakta bahwa koalisi besar parpol mendukung Bobby Nasution dan Aulia Rachman, menjadi bukti soliditas di antara kader.
“Kesolidan itu karena ada kesamaan platform, visi misi, target dan sasaran. Dalam hal ini mereka bisa dianggap menargetkan kemenangan dan perubahan bagi warga kota,” lanjut Faisal Riza.
Sangat koalisi partai, semangat kolaborasi semua pihak, kata Faisal Riza tentu tak terlepas dari sosok Bobby Nasution itu sendiri.
“Dalam hal Figur dapat dipahami bahwa Bobby itu mampu menyatukan kekuatan ragam kelompok. Hal ini penting bagi kepemimpinan. Kalau figurnya lemah dan kontroversial akan repot dalam memimpin,” pungkasnya.
Di sisi lain, fenomena ini sekaligus membantah adanya kader di lingkungan PDI-P yang masih membelot. Sebab dengan tegas PDI-P telah memecat empat Ketua PAC yang membelot tak taat putusan partai. Sebelumnya dikabarkan ada 11 yang membelot, ternyata hanya mencatut nama saja.
Dan kader membelot itu sudah semestinya keluar dari partai.
Hal itu dinyatakan pengamat politik asal USU, Dadang Darmawan. Seyogyanya, ketidaksepahaman dalam partai ada hal biasa. Namun dalam konteks politik, bagi oknum yang tak taat aturan partai sudah selayaknya berada di luar partai.
“Dalam konteks politik, adanya loyalis terhadap sosok personal (Akhyar) yg mengesampingkan ketetapan organisasi/parpol sah-sah saja. Sehingga wajar jika tempat mereka ada di luar PDI-P,” terang Dadang Minggu (30/8/2020).
Dan terkhusus kepada oknum yang mengaku loyalis Akhyar, Dadang menduga mereka juga bakal jadi kader yang kini menjadi rumah Akhyar.
“Karena Akhyar sudah memilih pindah ke partai Demokrat, wajar juga jika para loyalis Akhyar juga akan menjadi kader Demokrat,” katanya.
Satu yang pasti, Dadang dengan tegas menilai bahwa kader yang menolak menjalankan putusan partai, maka mereka tidak layak disebut kader loyal.
“Sepanjang yang kita pahami, setiap parpol punya garis dan pedoman organisasi yang mesti dipatuhi oleh setiap anggota atau kader, suka ataupun tidak, menyakitkan atau membahagiakan. Sehingga, tidak pada tempatnya jika sudah ada keputusan parpol ternyata masih ada juga (kader) yang membangkang hingga menentangnya,” beber Dadang.
Dadang menilai, sesungguhnya sangat banyak contoh kader parpol yang tetap tenang menerima keputusan partai, meski tidak sesuai harapan mereka.
“Sehingga adanya kader yang menentang terhadap keputusan parpol yang sah, justru menunjukkan bahwa mereka bukan kader sesungguhnya,” koar Dadang.
Dengan keributan yang terjadi di internal PDI-P Medan, Dadang menduga kuat telah terjadi politisasi.
“Karena itu, jika keputusan parpol yang sah kemudian terus menerus dipersoalkan, maka hal itu lebih kelihatan unsur politisinya demi tujuan tertentu dan memperkeruh suasana, ketimbang unsur objektifnya,” pungkas Dadang. (reza sahab)