JAKARTA, kaldera.id- Ekonom senior Faisal Basri menyebut sektor keuangan Indonesia sampai saat ini lemah. Padahal, sektor tersebut merupakan jantung ekonomi Indonesia.
Kelemahan tersebut kata Faisal Basri bisa dilihat dari topangan sektor perbankan yang hanya mampu ‘memompakan darah’ 42,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Topangan tersebut tidak sampai separuh kemampuan sektor perbankan kebanyakan negara ASEAN dan negara berkembang lainnya.
Topangan tersebut juga turun jauh jika dibandingkan yang diberikan sektor perbankan sebelum krisis ekonomi beberapa tahun lalu yang sempat mencapai 62,1 persen. Tak hanya perbankan, masalah lain juga terjadi pada sektor asuransi.
Asuransi, khususnya terkait jiwa yang merupakan sektor keuangan nonbank besar saat ini juga sedang mengalami masalah serius. Masalah tersebut disebabkan oleh krisis keuangan yang menimpa PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri.
Masalah tersebut katanya, ada kemungkinan merembet ke perusahaan asuransi lain. Masalah-masalah tersebut kata Faisal merupakan penyebab ekonomi Indonesia selama ini hanya tumbuh di level 5 persen.
Pasalnya, lemah jantung tersebut membuat organ ekonomi dalam negeri yang lain tidak berfungsi secara maksimal.
Lemahnya Ekonomi Repubklik Indonesia (RI)
“Jantunglah yang menyedot darah dan memompakannya kembali ke sekujur tubuh secara merata, sehingga seluruh organ tubuh berfungsi secara maksimal,” kata Faisal seperti dikutip dari blog pribadinya, Jumat (21/2/2020).
Meskipun lemah jantung, Faisal menyebut belum ada satu langkah nyata pun yang dilakukan pemerintah untuk memperkuatnya. Pemerintah katanya, saat ini memang tengah merancang omnibus law untuk memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia.
Namun, omnibus law tersebut dirasanya tidak mengobati lemah jantung ekonomi Indonesia. Ia justru menuduh omnibus law sebagai jalan pintas atau doping yang justru berpotensi membahayakan ekonomi dalam negeri.
“Perekonomian tidak sepatutnya dipacu dengan doping, karena membahayakan bagi perekonomian itu sendiri dan tidak akan menghasilkan peningkatan yang berkelanjutan,” katanya.
Pemerintah saat ini memang tengah merancang omnibus law untuk mendorong ekonomi Indonesia. Salah satu program omnibus law yang dirancang berkaitan dengan ketenagakerjaan.
Dalam omnibus law tersebut, pemerintah berencana mengubah formula perhitungan upah bagi buruh. Dalam draf RUU Cipta Kerja, upah minimum akan dihitung dengan menjumlahkan upah minimum tahun berjalan dengan hasil kali upah minimum tahun berjalan dan persentase pertumbuhan ekonomi tahun berjalan.
Ketentuan tersebut berbeda jika dibandingkan dengan yang berlaku dalam Undang-undang Ketenagakerjaan. Dalam PP78 tentang Pengupahan yang menjadi aturan pelaksana uu tersebut, upah minimum dihitung dengan menambahkan besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun berjalan dengan hasil kali antara UMP tahun berjalan dengan penjumlahan inflasi dengan pertumbuhan ekonomi nasional.
Selain mengubah rumus perhitungan UMP, Jokowi melalui beleid tersebut juga menghilangkan peran dewan pengupahan dalam penentuan upah. Selanjutnya, penentuan upah minimum dilimpahkan Jokowi ke gubernur.
Pemerintah mengklaim upaya itu dilakukan untuk memacu investasi supaya ekonomi di dalam negeri tumbuh kencang. Kepala BKPM Bahlil Lahadalia meyakini kalau uu tersebut sah, investasi bisa tumbuh 0,2-0,3 persen. Pertumbuhan tersebut akan terjadi pada tahap awal pemberlakuan uu. (cnn/finta rahyuni)