KPK Cekal Aziz Syamsuddin Keluar Negeri

Kementerian Hukum dan HAM mengenakan status cegah keluar negeri kepada Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin terkait kasus suap Wali Kota Tanjungbalai ke Penyidik KPK.
Kementerian Hukum dan HAM mengenakan status cegah keluar negeri kepada Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin terkait kasus suap Wali Kota Tanjungbalai ke Penyidik KPK.

JAKARTA, kaldera.id- Kementerian Hukum dan HAM mengenakan status cegah keluar negeri kepada Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin terkait kasus suap Wali Kota Tanjungbalai ke Penyidik KPK. Pencegahan itu berlaku selama enam bulan.

“Benar cegah berlaku selama enam bulan,” kata Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham Arya Pradhana Anggakara, Jumat (30/4/2021).

Seorang sumber di Ditjen Imigrasi menyebut permintaan untuk pencegahan itu dilakukan atas permintaan KPK. Aziz dicegah keluar negeri hingga 27 Oktober 2021.

Terpisah, Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri membenarkan bahwa pihaknya sudah meminta menerapkan cegah kepada tiga orang yang terkait kasus ini.

“Benar, KPK pada tanggal 27 April 2021 telah mengirimkan surat ke Ditjen Imigrasi Kumham RI untuk melakukan pelarangan ke luar negeri terhadap 3 orang yang terkait dengan perkara ini,” ucapnya, tanpa merinci identitas pihak yang dicegah keluar negeri itu.

“Pelarangan bepergian ke luar tersebut terhitung mulai 27 April 2021 hingga selama 6 bulan ke depan,” jelasnya.

Menurut Ali, penerapan cegah itu terkait dengan kelancaran proses pemeriksaan dan pencarian bukti.

“Langkah pencegahan ke luar negeri ini tentu dalam rangka kepentingan percepatan pemeriksaan dan menggali bukti-bukti lain, agar pada saat diperlukan untuk dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan pihak-pihak tersebut tetap berada di wilayah Indonesia,” urainya.

Seperti diketahui, kasus suap senilai Rp1,5 miliar yang dilakukan oleh Walikota Tanjungbalai MS kepada SRP ini juga melibatkan peran Wakil Ketua DPR RI, Aziz Syamsuddin (AZ).

AZ juga diketahui merupakan Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar. Sedangkan MS adalah Ketua DPD Golkar Tanjungbalai.

Firli Bahuri dalam konferensi pers sebelumnya mengatakan AZ menjadi orang yang memperkenalkan MS dengan SRP. Pertemuan itu dilakukan di rumah dinas AZ pada Oktober 2020 lalu.

Dalam pertemuan tersebut, AZ memperkenalkan SRP dengan MS karena diduga MS memiliki permasalahan terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemko Tanjung Balai.

“MS meminta agar SRP dapat membantu permasalahan penyelidikan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh KPK,” kata Firli Bahuri.

Menindaklanjuti pertemuan dirumah AZ, SRP kemudian mengenalkan Maskur Husain (MH) yang merupakan seorang pengacara kepada MS untuk bisa membantu permasalahannya.

SRP bersama MH sepakat untuk membuat komitmen dengan MS terkait penyelidikan
dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjung Balai untuk tidak ditindaklanjuti oleh KPK
dengan menyiapkan uang sebesar Rp1,5 Miliar.

“MS menyetujui permintaan SRP dan MH tersebut dengan mentransfer uang secara
bertahap sebanyak 59 kali melalui rekening bank milik Riefka Amalia (RA) teman dari saudara SRP dan juga MS memberikan uang secara tunai kepada SRP,” jelas Firli.

Pembukaan rekening bank oleh SRP dengan menggunakan nama RA dimaksud telah
disiapkan sejak bulan Juli 2020 atas inisiatif MH. Setelah uang diterima, SRP kembali menegaskan kepada MS dengan jaminan kepastian bahwa penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjung Balai tidak akan ditindaklanjuti oleh KPK.

Dari uang yang telah diterima oleh SRP dari MS, lalu diberikan kepada MH sebesar Rp325 juta dan Rp200 juta.
MH juga diduga menerima uang dari pihak lain sekitar Rp200 juta. Sedangkan SRP dari
bulan Oktober 2020 sampai April 2021 juga diduga menerima uang dari pihak lain melalui
transfer rekening bank atas nama RA sebesar Rp438 juta.

Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan tiga orang tersangka. Ketiga tersangka yakni MS selaku Wali Kota Tanjungbalai, penyidik KPK dari Polri SRP dan seorang pengacara berinisial MH.

Atas perbuatan tersebut, SRP dan MH disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 UU No. 20 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan MS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 UU No. 20 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (finta rahyuni/Cnn)