oleh: Fakhrur Rozi
SEBELUM pandemi Covid-19 melanda, fenomena orang Medan, Sumatera Utara bahkan Indonesia berobat ke Malaysia merupakan hal lumrah. Bolak-balik ke Rumah Sakit (RS) di Malaysia menjadi pilihan bagi sebagian masyarakat. Jawabannya, sudah pasti sama-sama kita tahu. Pelayanan kesehatan di Malaysia, dianggap lebih baik. Benarkah demikian?
Buku berjudul Komunikasi Terapeutik Dialogis (2021) yang ditulis Dr Nadra Ideyani Vita, M.Si, mengungkap seluk beluk Komunikasi dalam fenomena berobat ke Malaysia itu. Supaya tidak berprasangka dan saling menyalahkan, buku ini sangat baik untuk dibaca dan dipahami sebagai pembelajaran bersama.
Harus diakui, fenomena berobat ke RS di Malaysia cukup banyak dibicarakan masyarakat. Kebanyakan pembicaraannya tak jauh dari kualitas pelayanan medis yang semuanya melibatkan proses komunikasi. Dalam Ilmu Komunikasi, Komunikasi Kesehatan menjadi ruang lingkupnya dan kajian Komunikasi Terapeutik yang ada di dalamnya, menjadi perhatian masyarakat dalam beberapa tahun terakhir.
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Ada faktor komunikasi yang dapat mendorong percepatan kesembuhan pasien. Tak ayal Komunikasi Terapeutik sudah menjadi mata kuliah khusus di Fakultas Kedokteran ataupun Keperawatan.
Buku Dr Nadra mengupas dengan baik dan terang dari hulu ke hilir tentang fenomena berobat ke RS di Malaysia ini. Isi buku ini memberikan deskripsi yang komplit bagaimana pasien Indonesia senang berobat ke RS di Malaysia, kenapa pasien tidak puas berobat di RS daerah, dan tentu saja ada solusi agar pelayanan medis di Indonesia tidak kalah dengan Malaysia. Tanpa menghakimi sama sekali.
Dr Nadra mengetengahkan motif pasien Indonesia berobat ke RS di Malaysia. Ia mengadopsi Teori Migrasi Everett S Lee, untuk mengurainya. Dalam buku ini Dr Nadra mengungkap faktor pendorong orang berobat ke Malaysia antara lain, komunikasi dokter tidak berorientasi pada pasien dan keluarga; keakuratan hasil diagnosa, dokter tidak berada di tempat atau RS; peralatan kesehatan belum canggih; dan harga pelayanan kesehatan yang tidak terprediksi. Sedangkan faktor penariknya, antara lain pasien menganggap dokter di Malaysia lebih komunikatif dan penggunaan obat yang terawasi, serta biaya terjangkau dan dapat diprediksi.
Dalam buku ini juga terungkap jelas, keuntungan yang dirasakan pasien saat berobat ke Malaysia. Menurut peresensi, sebenarnya hal itu sangat normatif tapi memang agak sulit kita lihat itu terjadi di RS di daerah. Kata Dr Nadra layanan jemputan gratis dari bandara ke RS di Malaysia, pendaftaran pasiennya mudah dan ramah merupakan sebagian kecil keuntungan yang dirasakan pasien saat berobat ke Malaysia.
Dialog dapat Menyembuhkan
Dalam buku ini Dr Nadra memaparkan bentuk Komunikasi Verbal dan Komunikasi Non Verbal yang dapat mendorong kesembuhan pasien. Ternyata dokter di Malaysia, walaupun alumni Kedokteran Eropa dan Amerika, mereka berupaya untuk menggunakan bahasa Melayu dan bahasa Indonesia saat melayani pasien Indonesia.
Bahkan, ada kelas khusus bagi para dokter yang disediakan RS untuk mereka belajar bahasa Indonesia. Keramahan, empati, diskusi tentang hasil diagnosa secara terbuka, menjadi bentuk komunikasi yang dilakukan para dokter di Malaysia kepada pasien Indonesia.
Sedangkan bentuk komunikasi non verbal seperti petugas medis Malaysia yang selalu senyum menyambut pasien, interior ruang periksa yang nyaman dan indah, penampilan dokter yang menyenangkan, hingga posisi duduk antara pasien dan dokter pun jadi alasan pasien Indonesia merasa lebih bisa sembuh jika berobat di Malaysia. Sementara di RS daerah? Jawablah di dalam hati masing-masing.
Akhirnya Dr Nadra menawarkan model Komunikasi Terapeutik Dialogis pada pembaca buku ini dan masyarakat kesehatan yang membutuhkan Ilmu Komunikasi dalam prosesnya melaksanakan tugas mulia sebagai tenaga kesehatan. Model Komunikasi Terapuetik Dialogis yang tersaji dalam buku Dr Nadra setelah melakukan pendalaman terhadap situasi dan perilaku dokter serta pengalaman pasien yang menjalani layanan kesehatan di RS daerah dan RS Malaysia.
Bagi Dr Nadra, Model Komunikasi Terapeutik Dialogis menjadi suatu hal yang akan mengurangi perginya pasien berobat ke luar negeri. Selain buku ini tidak terlalu tebal, narasi buku ini juga sangat membumi dan dekat dengan keseharian kita yang pernah menggunakan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Kemudian, buku ini juga saya rekomendasikan untuk pengambil kebijakan di bidang layanan kesehatan di negeri ini. Selamat membaca.(*)
Judul Buku : Komunikasi Terapeutik Dialogis
Penulis : Dr Nadra Ideyani Vita, M.Si
Penerbit : Scopindo Media Pustaka, Surabaya
Tahun Terbit : 2021
Jml Halaman : 117
*) Penulis Resensi adalah Dosen Ilmu Komunikasi UIN Sumatera Utara