Bareskrim Mabes Polri mengungkap pelecehan seksual anak perempuan lewat game Free Fire
Bareskrim Mabes Polri mengungkap pelecehan seksual anak perempuan lewat game Free Fire

JAKARTA, kaldera.id – Bareskrim Mabes Polri mengungkap pelecehan seksual anak perempuan lewat game Free Fire. Korban diimingi diamond game oleh pelaku. Ini peringatan untuk mengawasi anak-anak Anda.

Dilansir detik.com seorang pemuda inisial S (21) di Berau, Kalimantan Timur (Kaltim), harus berurusan dengan polisi sebab menjadi predator seks melalui game Free Fire (FF). Dalam aksinya, S mengiming ‘diamond’ kepada sejumlah bocah yang menjadi korbannya.

S ditangkap Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri, Sabtu (9/10), di Berau. S ditetapkan menjadi tersangka kasus pelecehan seksual terhadap anak.

“Pada hari Sabtu tanggal 9 Oktober 2021 di Kecamatan Talisayan, Kabupaten Berau, Kaltim, sekitar jam 19.40 Wita, penyidik berhasil menangkap tersangka S,” kata Kasubdit I Dittipidsiber Bareskrim, Kombes Reinhard Hutagaol dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (30/11/2021).

Kasus pelecehan seksual yang dilakukan S bermula dari aduan mengenai konten negatif yang dilayangkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Bareskrim kemudian menindaklanjuti aduan itu dengan membuat laporan polisi (LP) pada 22 September 2021.

Dalam aduan KPAI adalah keluhan dari masyarakat, yakni pada Agustus 2021, ada orang tua yang mengecek HP anaknya, D (9). Namun, ternyata D tidak memberi izin orang tuanya untuk mengecek HP-nya.

Orang tua D pun curiga, lalu HP D dicek oleh orang tuanya ditemukan video porno. Orang tua juga mengecek percakapan aplikasi pesan WhatsApp dan kolom sampah di galeri HP D, lalu ditemukan video porno yang dihapus.

“Setelah ditanya kepada si anak, D mengaku video tersebut dikirim oleh teman main game-nya bernama Reza,” ucap Reinhard.

Dari penjelasn polisi diketahui bahwa ersangka S berkenalan dengan D pertama kali melalui game online Free Fire. Polisi mengungkapkan bahwa S kerap bermain game bersama korban.

Tersangka S mengirim pesan kepada korban di game Free Fire. S merayu akan memberikan Diamond yang merupakan alat tukar premium berfungsi mengoptimalkan tampilan dan performa pemain bisa digunakan untuk membeli karakter, memperkuat senjata, dan mendapatkan item eksklusif di Free Fire.

Kepada korban D, S meminta nomor kontak WhatsApp. Dalam momen inilah dugaan pelecehan seksual mulai dilancarkan S kepada korban D.

“Lalu tersangka meminta nomor WhatsApp korban dan chat di nomor WhatsApp korban. Kemudian tersangka mengirimkan contoh video porno kepada korban dan minta korban untuk mengirimkan foto dan video porno (telanjang). Jika korban mau diberi Diamond sebanyak 500-600 (seharga Rp 100 ribu),” tuturnya

“Korban sempat menolak. Namun tersangka mengancam akan menghilangkan akun game korban sehingga korban menuruti kemauan tersangka. Tersangka menghilangkan akun game korban sehingga korban menuruti kemauan tersangka. Selain itu, tersangka juga memaksa korban untuk mau diajak VCS (video call sex) dengan janji akan diberikan Diamond, lalu D mengirimkan video porno dirinya ke tersangka,” sambung Reinhard.

Korban dalam kasus predator seks ini dari S ternyata tidak hanya D, melainkan total ada 11 anak perempuan. Polisi sudah berhasil melacak 4 korban S, dan 7 anak lainnya belum terdeteksi identitasnya.

“(Total korban) 11 anak perempuan, umur 9-17 tahun, yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. 4 anak sudah ditemukan dan sudah dilakukan pemeriksaan, 7 anak belum ditemukan identitasnya,” imbuh Reinhard.

Bareskrim menangkap S di tengah laut wilayah Berau, Kaltim. Dari penjelasan polisi, diketahui S merupakan nelayan yang menjaga bagan.

“Iya dia (S) kerja di bagan (tempat penangkapan ikan di tengah laut). Dia kerja di tengah laut. Seminggu (di darat), seminggu (di bagan), baru ganti orang,” jelas Kombes Reinhard Hutagaol.

“Betul (ditangkap di tengah laut). Lagi shift dia,” sambungnya.

Untuk menangkap S, polisi harus menaiki kapal terlebih dahulu. “Jadi kami untuk ke tempatnya yang bersangkutan, itu harus naik kapal dulu baru dapat di situ,” kata Reinhard.

Modus operandi kejahatan seksual anak yang dilakukan S adalah meminta video para korban dalam kondisi telanjang untuk kepentingan pribadi. Polisi tidak menemukan adanya penjualan video porno oleh S ke situs-situs tertentu.

“Sampai saat ini kami masih belum menemukan. Jadi memang saat ini masih berkisar kepentingan pribadi,” imbuhnya.

Atas perbuatannya itu, tersangka dijerat dengan Pasal 82 Jo Pasal 76 E UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 29 Jo Pasal 4 Ayat (1); dan/atau Pasal 37 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi; dan/atau Pasal 45 Ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. S terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda Rp 6 miliar.(dtc/efri)