MEDAN, kaldera.id – SUMATERA Tropical Forest Journalism (STFJ) dorong penerapan hukuman berat bagi pelaku perburuan dan perdagangan Orangutan Sumatera. Hal ini untuk menjamin keberlangsungan hidup satwa yang terancam punah itu.
Direktur STFJ, Rahmad Suryadi mengatakan, saat ini perburuan dan perdagangan orangutan masih tinggi. Tahun ini saja, STFJ mencatat ada sejumlah kasus Orangutan Sumatera.
“Kami mencatat kasus perburuan dan perdagangan Orangutan masih sangat marak,” sebut Rahmad dalam konferensi pers memperingati Hari Orangutan Internasional di Kafe Rumah Kita Jalan STM, Medan, Jumat (12/8/2022).
Turut hadir Ketua Dewan Kehutanan Daerah (DKD) Sumatera Utara, Panut Hadisiswoyo dan Pegiat Lingkungan, Regina Safri sebagai pembicara.
Rahmad menjelaskan, beberapa dugaan perdagangan dan perburuan berdasarkan satwa tersebut berdasarkan catatan pihaknya tersebut antara lain, Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin yang ditetapkan tersangka atas kepemilikan satu individu Orangutan Sumatera jantan di rumah pribadinya.
Kasus perdagangan satu individu Orangutan Sumatera diungkap Polres Binjai dengan menangkap satu pelaku dan telah divonis hukuman penjara. Terungkap seorang napi di Pekanbaru, Riau, mengendalikan perdagangan itu.
Orangutan Sumatera menjadi objek konten
Lalu, dua anak Orangutan Sumatera yang melibatkan anak dibawah umur berinisial Tom (18). Kasus tersebut kini tengah jalani proses persidangan. Kemudian, Orangutan Sumatera juga menjadi objek konten. Seperti yang terjadi di Kebun Binatang Kampar, Riau pada 7 Juni 2022.
Salah seorang pengunjung pria ditarik individu Orangutan Sumatera dewasa saat melewati batas aman dan mendekati kandang yang dilakukan demi sebuah konten. Juga kasus kematian satu individu Orangutan Sumatera yang tak wajar di Gayo Lues. Kasus tersebut masih dalam penyelidikan.
“Diharapkan meningkatkan kesadaran dan mendukung pemberantasan kejahatan satwa liar. Juga meningkatkan keseriusan penegak hukum dengan hukuman maksimal,” tegas Rahmad yang juga Ketua PFI Medan.
Sedangkan Pegiat Lingkungan, Regina Safri yang hadir sebagai pembicara menjelaskan, bila kasus perburuan dan perdagangan Orangutan Sumatera di Aceh sejak 2019 sampai 2020 sangat menarik perhatian.
Pada 10 Maret 2019 satu individu anak Orangutan Sumatera di Desa Bunga Tanjung Kecamatan Sultan Daulat Kota Subulussalam, Aceh mati karena mal nutrisi saat dievakuasi ke karantina di Sumut.
Bangkai satu individu Orangutan Sumatera jantan berusia 25 tahun ditemukan mati di Desa Rantau Gedangan Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, pada 22 Oktober 2019. Penyebab kematiannya belum diketahui.
Lalu, Orangutan Sumatera jantan berusia 2 tahun mati saat pengobatan akibat sengatan listrik dan luka bakar di Desa Aleu Pineung Timur Kecamatan Langsa Timur, Kota Langsa pada 25 April 2020.
“Pada 20 September 2020 Orangutan Sumatera jantan ditemukan mati di Desa Keuranji Kecamatan Kota Bahagia, Aceh Selatan dengan 148 peluru di seluruh tubuh. Ini semua menjelaskan jika kasus perburuan dan perdagangan satwa yang dilindungi masih sangat tinggi,” jelas Reginna.(red/rel)