Andika Temanta Purba
Andika Temanta Purba

 

Penulis: Andika Temanta Purba

_Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan_

MEDAN, BEBERAPA waktu belakangan ini, fenomena main hakim sendiri semakin marak terjadi di Indonesia. Tindakan ini dilakukan oleh masyarakat terhadap pelaku dugaan tindak pidana yang tertangkap tangan. Dalam beberapa kasus, pelaku main hakim sendiri bahkan sampai menewaskan korbannya.

Fenomena ini tentu sangat mengkhawatirkan, karena dapat mengancam penegakan hukum di Indonesia. Sebagai negara hukum, penegakan hukum seharusnya dilakukan oleh aparat penegak hukum yang berwenang, bukan oleh masyarakat.

Dalam ilmu hukum, main hakim sendiri dikenal dengan istilah eigenrechting. Istilah ini berasal dari bahasa Belanda, yaitu eigen yang berarti sendiri dan recht yang berarti hukum.

Main hakim sendiri dapat diartikan sebagai tindakan menghukum seseorang tanpa melalui proses hukum yang berlaku. Tindakan ini dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok, atau bahkan oleh aparat penegak hukum sendiri.

Dampak Negatif Main Hakim Sendiri

Main hakim sendiri memiliki dampak negatif yang sangat besar, baik bagi individu, masyarakat, maupun negara.

Bagi individu, main hakim sendiri dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar, baik secara fisik maupun psikologis. Selain itu, tindakan ini juga dapat menghilangkan hak asasi manusia individu untuk mendapatkan proses hukum yang adil.

Bagi masyarakat, main hakim sendiri dapat menimbulkan keresahan dan ketidakpastian hukum. Selain itu, tindakan ini juga dapat menghambat upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.

Bagi negara, main hakim sendiri dapat mengancam kedaulatan dan wibawa negara. Selain itu, tindakan ini juga dapat merusak citra negara di mata internasional.

Dalam konteks negara hukum, pelaku main hakim sendiri dapat dipidana. Tindakan ini dapat dikenakan Pasal 351 KUHP atau Pasal 466 UU No. 1 tahun 2023 tentang Penganiayaan.

Selain itu, pelaku main hakim sendiri juga dapat dikenakan Pasal 170 KUHP atau Pasal 262 UU No. 1 tahun 2023 tentang Kekerasan apabila perbuatan main hakim sendiri itu dilakukan di muka umum dan secara bersama-sama terhadap orang ataupun barang. Apabila perbuatan main hakim sendiri tersebut hanya menyasar pada barang, maka dapat dikenakan Pasal 406 KUHP atau Pasal 521 UU No. 1 tahun 2023 mengenai Perusakan atau Penghancuran Barang Milik Orang Lain.

Perbuatan Main Hakim Sendiri di Indonesia

Dalam perbuatan main hakim sendiri, pelaku kejahatan yang menjadi bulan-bulanan warga, tak jarang harus menghembuskan nafas terakhirnya.

Salah satu pelaku kejahatan yang meninggal dunia karena amukan massa adalah EH (34), warga Desa Kerinjing, Kecamatan Tanjung Raja, Sumatera Selatan. Dirinya yang tertangkap tangan melakukan pencurian sepeda motor, harus kehilangan nyawa usai menjadi bulan-bulanan massa di Desa Tanjung Tambak, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan pada 31 Januari 2023.

Terkait kejadian ini, Polres Ogan Ilir pun melakukan gelar perkara terhadap kasus amuk massa ini. Dari beberapa alat bukti yang dikumpulkan, ada tiga orang yang ditetapkan tersangka.

Aksi main hakim sendiri juga pernah terjadi di wilayah hukum Polda Sumatera Utara (Sumut). Tepatnya di wilayah Polsek Sunggal, Polrestabes Medan pada bulan November tahun 2023. Seorang pria yang tertangkap tangan sedang mencuri sepeda motor milik warga, langsung dihajar oleh warga setempat sampai terluka parah.

Pelaku tersebut bahkan sempat diikat di tiang listrik dan dihajar beramai-ramai. Beruntung personel polres segera datang ke TKP, sehingga pelaku tersebut tidak sempat meregang nyawa.

Kesimpulan

Fenomena main hakim sendiri merupakan ancaman bagi negara hukum Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk mencegah terjadinya tindakan ini.

Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain:

Peningkatan kesadaran hukum masyarakat.
Kesadaran hukum masyarakat merupakan hal yang sangat penting untuk mencegah terjadinya main hakim sendiri. Masyarakat perlu memahami bahwa penegakan hukum harus dilakukan oleh aparat penegak hukum yang berwenang.

Peningkatan profesionalisme aparat penegak hukum.
Aparat penegak hukum harus profesional dalam menjalankan tugasnya. Masyarakat harus dapat mempercayai aparat penegak hukum untuk menyelesaikan kasus-kasus tindak pidana.

Peningkatan sarana dan prasarana penegakan hukum.

Sarana dan prasarana penegakan hukum yang memadai akan memudahkan aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya. Hal ini dapat mendorong masyarakat untuk menyerahkan penyelesaian kasus tindak pidana kepada aparat penegak hukum.

Dengan upaya-upaya tersebut, diharapkan fenomena main hakim sendiri dapat dicegah dan negara hukum Indonesia dapat tertegakkan secara optimal.