Ketua Kadin Sumut Firsal Dida Mutyara
Ketua Kadin Sumut Firsal Dida Mutyara

 

MEDAN, kaldera.id –  Ketua Kadin Sumut Firsal Dida Mutyara mendorong produk sekolah menengah kejuruan (SMK) untuk dikomersialisasi atau menjadi bagian penting dalam proses produksi.

Hal itu disampaikannya saat berbincang dengan media, di kantor Kadin Sumut, kemarin. Keinginan itu tersampaikan saat Firsal Ferial Mutyara yang akrab disapa Dida ini mengunjungi beberapa sekolah. Seperti diketahui saat ini Kadin Sumut ikut berinteraksi ke sekolah-sekolah kejuruan untuk mendorong kemitraan dunia usaha dan dunia industri.

Dia mengatakan ada antusiasme yang luar biasa tinggi dari sekolah terutama yang kejuruan untuk menjadi bagian dalam proses produksi industri-industri besar. “Satu sisi kita mendorong mereka untuk memproduksi barang, kemudian di sisi lain dalam penguatan dunia usaha dunia industri, kita juga ingin mereka terlibat langsung mengikuti training di perusahaan yang menjadi anggota Kadin Sumut,” tuturnya.

Firsal Dida Mutyara mengungkapkan keinginan ini sebenarnya merupakan bagian dari program nasional karena sejak 30 tahun terakhir tidak maksimal menumbuhkan wirausaha baru yang menjadi rantai pasok (supply chain) kepada perusahaan besar.

Dia mengatakan sebenarnya dari SMK ini bisa muncul dua peran besar. “Pertama tadi sebagai sumber rantai pasok. Karena kelak kalaupun lulusan tidak bekerja di perusahaan, mereka bisa jadi wirausahawan. Mereka memproduksi spare part atau barang yang dibutuhkan oleh industri. Kedua, ya itu tadi kalau mereka memilih training atau magang kelak mereka bisa menjadi pekerja terampil. Ini lulusan SMK nanti bisa punya kompetensi cukup tinggi,” jelasnya.

Firsal Mutyara mengungkapkan dalam aturan di Indonesia sebenarnya ada kewajiban perusahaan besar memenuhi kandungan lokal dalam negeri atau TKDN (tingkat komponen dalam negeri). Harusnya dari sini bisa muncul sinergi dunia usaha, yang besar mengambil pasokan dari pengusaha kecil, kemudian atas kerjasama itu akan ada insentif, jelasnya.

Dida menegaskan dulu untuk perusahaan-perusahaan besar seperti pabrik otomotif dan teknologi diminta untuk membina usaha kecil pendamping. “Termasuk pasok spare part diambil dari usaha kecil di sekitar mereka. Ini merupakan produk lokal. Nah setelah 30 tahun berjalan perkembangannya tidak signifikan. UMKM kita tidak juga berkembang. Kemudian pemainnya itu-itu saja. Demikian juga dari jumlah pemasok, menunjukkan indikator yang stagnan.”

Padahal jumlah industri semakin banyak tapi rantai pasok dari usaha kecil ini tidak berkembang. “Ini harus dipecahkan persoalannya. Saya kira pemerintah harus mengambil inisiatif bagaimana mendorong usaha kecil masuk dalam rantai pasok sebanyak-banyaknya.”

Nah pengalaman China, menurut dia, peran sekolah kejuruan dimaksimalkan. Barang yang mereka produksi di sekolah bisa dilanjutkan sampai ke rumah, kemudian setelah mengikuti standar (quality control) akhirnya barang produksi tersebut layak dijual.

Memang, kata dia, kualitas sumber daya manusia juga menentukan. “Di China mereka serius mengerjakan sesuatu. Sehingga kemudian bisa diproduksi secara massive. Coba lihat misalnya perkembangan usaha kecil yang memproduksi charger, handphone, chasing, semua itu merupakan supporting dari usaha kecil. Mulainya dari sekolah-sekolah kejuruan. Para siswa diajari, kemudian kelak barangnya bisa dijual setelah melewati proses uji,” tuturnya.