Petugas BPBD mengevakuasi ASN yang terjebak dalam Kantor Wali Kota Medan saat simulasi penanganan gempa, Selasa (4/11/2025). Foto: Dokumen Dinas Kominfo Medan
MEDAN, kaldera.id – Teriakan panik dan suara sirene mendadak memecah suasana di Kantor Wali Kota Medan, Selasa (4/11/2025).
Para pegawai yang semula sibuk bekerja sontak berhenti. Lantai gedung empat tingkat itu terasa bergetar, dokumen berserakan, dan beberapa orang langsung berlindung di bawah meja. Dalam hitungan detik, situasi berubah mencekam.
Di ruang rapat lantai empat, Wali Kota Medan Rico Tri Putra Bayu Waas tengah memimpin pertemuan bersama para kepala perangkat daerah dan camat.
Tanpa aba-aba, meja rapat menjadi tameng darurat. Wajah-wajah tegang tampak jelas, telapak tangan menutup kepala dan tengkuk.
“Lindungi kepala! Lindungi leher!” terdengar instruksi cepat di ruangan itu.
Satu menit terasa sangat panjang, hingga sirene berhenti. Petugas keamanan memberi isyarat evakuasi. Rico Waas dan seluruh pejabat pun diarahkan turun melalui tangga dengan posisi tangan tetap menutup kepala.
Di setiap lantai, pegawai menyusuri jalur evakuasi yang ditandai, beberapa tampak limbung menahan panik.
Ketika pintu darurat terbuka menuju halaman, suasana semakin dramatis. Beberapa pegawai terlihat terluka akibat material bangunan yang “runtuh”.
Ada yang berjalan tertatih dibantu rekannya, ada yang menunggu pertolongan karena cedera lebih serius. Seorang pegawai perempuan terdengar menangis, syok dan tak mampu menahan ketakutannya.
Belum sempat suasana mereda, dentuman keras terdengar dari lantai empat. Api tampak berkobar dari salah satu sisi gedung—dipicu konsleting listrik pascaguncangan. Kepulan asap mengangkasa, memicu teriakan baru. “Kebakaran! Kebakaran!”.
Tak lama berselang, sirene mobil pemadam meraung. Armada Damkarmat, BPBD, Satpol PP, Dinas Kesehatan, TNI-Polri, PMI, Orari, relawan hingga mahasiswa kebencanaan berdatangan membawa peralatan lengkap.
Sebagian langsung menembakkan air ke sumber api, lainnya menyisir gedung mencari korban.
Dari tengah kerumunan, sosok Wali Kota Rico Waas tampak membantu petugas mengangkat tandu berisi pegawai “cedera” menuju tenda darurat.
Ia sesekali menenangkan pegawai yang terlihat gemetar.
“Tenang, tetap bersama tim. Kamu selamat,” ujarnya kepada seorang pegawai yang menangis sambil memegang bahu.
Dari lantai tiga dan empat, tim penyelamat terlihat menurunkan pegawai melalui teknik vertical rescue. Beberapa lainnya diselamatkan menggunakan mobil tangga Damkarmat—sebuah pemandangan nyata seperti operasi bencana sesungguhnya.
Namun di balik kepanikan itu, ada sebuah kejutan.
Semua drama ini hanyalah skenario latihan. Simulasi bencana gempa bumi yang digelar BPBD Kota Medan untuk mengasah kesiapsiagaan seluruh unsur pemerintah dan pegawai.
Meski hanya simulasi, suasana terasa begitu nyata. Wali Kota Rico Waas mengakui kegiatan ini penting untuk mengingatkan bahwa bencana tidak pernah datang dengan pemberitahuan.
“Indonesia berada di ring of fire. Kita pernah merasakan dampak gempa Aceh 2004 dan Nias 2005. Melalui simulasi, kita mengingat kembali langkah pertama yang harus dilakukan saat bencana,” kata Rico Waas, usai kegiatan.
Ia menegaskan latihan seperti ini akan dilakukan secara rutin, terutama di titik rawan dan di tingkat kecamatan serta kelurahan. Bukan sekadar formalitas, tetapi latihan nyata menghadapi kondisi darurat.
“Hal sederhana seperti melindungi kepala saat evakuasi harus dipahami seluruh pegawai. Kita harus siap sebelum bencana terjadi,” ujarnya.
Simulasi yang berlangsung hampir 45 menit tersebut dinilai berjalan efektif. Meski begitu, Rico memastikan ada evaluasi lanjutan terkait peralatan, kecepatan respon, dan koordinasi antarlembaga.
“Hari ini berjalan baik. Tapi kita akan lihat apa yang perlu ditingkatkan,” ujarnya.
Pada akhirnya, Selasa pagi itu bukan hanya tentang latihan bertahan hidup. Lebih dari itu, ia menjadi pengingat bahwa di balik rutinitas kantor, ada tanggung jawab besar: melindungi diri, melindungi sesama, dan memastikan pemerintah tetap bisa berdiri menghadapi situasi darurat.
Karena ketika bencana datang, kepanikan tidak boleh mengalahkan kesiapsiagaan. (Reza)