Karsinoma Nasofaring Rentan Serang Laki-laki, Ini Terapinya versi Prof Farhat

Prof Dr dr Farhat (kiri) saat akan disematkan tanda Guru Besar.
Prof Dr dr Farhat (kiri) saat akan disematkan tanda Guru Besar.

MEDAN, kaldera.id – Universitas Sumatera Utara mengukuhkan Guru Besar Tetap dari Fakultas Kedokteran di Gelanggang Mahasiswa USU, Senin(17/2/2020).

Dalam orasinya, Prof. Dr. dr. Farhat, M.Ked (ORL-HNS), Sp.T.H.T.K.L(K), menyampaikan pidato tentang ‘Pemeriksaan Polimorfisme Gen dan Ekspresi Protein sebagai Upaya Identifikasi Faktor Risiko, Prognosis, Pertimbangan Terapi dan Pencegahan Karsinoma Nasofaring’.

Pada bagian awal pidato pengukuhannya, Prof Farhat menjelaskan bahwa karsinoma nasofaring merupakan salah satu keganasan yang unik dengan distribusi geografis yang jelas.

Karsinoma Nasofaring memiliki insidensi yang tinggi di Cina Selatan, Asia Tenggara, Afrika Utara, Asia Tengah dan daerah Arktik serta merupakan penyakit yang jarang ditemui di bagian dunia lainnya. Di Indonesia, karsinoma nasofaring tercatat sekitar 12.000 kasus per tahun.

“Penyakit ini memiliki mortalitas yang tinggi oleh karena keterlambatan diagnosis, di mana pada pria tingkat penderitanya 2,3 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita. Karsinoma nasofaring relatif dialami pada usia rata-rata adalah sekitar 50 tahun,” katanya.

Terapi Cetuximab dan Beacizumab

Lebih lanjut dikatakan Prof Farhat, bahwa beberapa tahun terakhir terapi karsinoma nasofaring mulai mengarah ke terapi target yang menghambat jalur kanker spesifik dan molekul, yang berperan dalam pertumbuhan dan progresi kanker. Terapi tersebut antara lain seperti cetuximab yang merupakan antibodi monoklonal untuk Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR), yang merupakan salah satu faktor pertumbuhan yang berperan dalam perkembangan tumor.

Terapi lain adalah Beacizumab yang merupakan antibodi monoklonal yang secara spesifik berikatan dan menghambat VEGF sehingga menghambat angiogenesis tumor. Kombinasi beacizumab dengan agen kemoterapi meningkatkan kerja apoptosis kemoterapi. Hal ini menunjukkan kemungkinan kombinasi target terapi dengan kemoterapi dalam penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Beberapa terapi molekular lain adalah terapi gen, imunoterapi dan terapi adoptif. Selain membantu dalam terapi, penggunaan biomarker dapat digunakan sebagai faktor prognostik karsinoma nasofaring.

“Pasien dengan ekspresi negatif VEGF dan JAK2 menunjukkan waktu bertahan hidup yang lebih panjang dibandingkan pasien dengan ekspresi positif VEGF dan JAK2,” pungkasnya.

Mengenal Sosok Guru Besar USU Prof Farhat

Pengukuhan guru besar tetap kali ini diberikan kepada Prof. Dr. dr. Farhat, M.Ked(ORL-HNS), Sp.T.H.T.K.L(K) sebagai guru besar tetap Universitas Sumatera Utara dalam bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher pada Fakultas Kedokteran USU.

Pengukuhan dilakukan pada Rapat Terbuka Senat Akademik oleh Rektor USU Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, didampingi Ketua Dewan Guru Besar Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH.

Prof. Dr. Farhat yang dilahirkan pada 16 Maret 1970 merupakan anak pertama dari 6 orang bersaudara, putera pasangan Almarhum Drs. Abdul Azis dan Syarifah Farida.

Ia mendapatkan gelar Konsultan di bidang Onkologi Bedah Kepala Leher dari Kolegium Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Indonesia pada 2011 dan meraih gelar Doktor pada 2014.

Selain menjadi dosen tetap di Departemen THTKL di Fakultas Kedokteran USU ia juga menjabat sebagai Sekretaris Universitas untuk periode 2016-2021 USU, ia juga bergiat sebagai Editor in Chief pada International Journal of Nasopharyngeal Carcinoma dan reviewer pada Medical Journal of Indonesia.

Prof. Dr. dr. Farhat saat ini juga menjabat sebagai Ketua Pusat Unggulan Iptek Karsinoma Nasofaring Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai ketua umum perhimpunan bagi dokter spesialis THT-KL di seluruh Sumatera Utara.(finta rahyuni)