MEDAN, kaldera.id – Anggota DPRD Medan dari PAN, T Bahrumsyah mengakui pembentukan lingkungan di Kota Medan tidak berjalan sesuai diharapkan. Padahal, Perda Nomor 9 tahun 2017 telah mengamanatkan untuk itu.
Hal itu disampaikannya menjawab wartawan di Medan, Minggu (4/5/2025) menyikapi adanya wacana merevisi Perda Kota Medan Nomor 9 tahun 2017 tentang tentang Pedoman Pembentukan Lingkungan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Lingkungan (Kepling).
Di dalam Perda No. 9 tahun 2017 itu, kata Bahrumsyah, ada dua garis besar yang diamanatkan, yakni tentang lingkungan dan tentang kepala lingkungan (Kepling).
“Artinya, di dalam perda itu persoalan utama adalah terkait lingkungan, baru kepling,” katanya.
Ruang lingkup pembentukan lingkungan sebagaimana disebutkan pada Bab IV Pasal 5, sebut Ketua Fraksi PAN-Perindo itu, terkait pemekaran lingkungan atau penggabungan lingkungan (merger).
Pemekaran lingkungan seperti tertuang pada Pasal 6 ayat (1), sambung Bahrumsyah, berupa pemecahan lingkungan untuk menjadi dua atau lebih menjadi lingkungan baru melalui hasil dari penataan wilayah lingkungan.
“Pasal 9 menyebutkan pembentukan lingkungan wajib memiliki jumlah penduduk paling sedikit 150 kepala keluarga serta Pasal 10 luas wilayah minimal 1 hektar,” katanya.
Persoalannya, sambung Wakil Ketua Komisi 3 itu, baik itu pembentukan lingkungan baru ataupun penggabungan lingkungan itu sampai saat ini tidak berjalan.
“Padahal, sejak disahkan tahun 2017 lalu, Pemkot Medan diberi waktu selama 3 tahun untuk mensosialisasikan perda ini, sekaligus melakukan mapping baik terkait lingkungan maupun kepling. Namun, yang berjalan hanya soal kepling saja, sementara untuk lingkungannya tidak sama sekali,” ungkapnya.
Hal ini terjadi, tambah Bahrumsyah, karena belum adanya Peraturan Wali Kota (Perwal) yang mengatur tentang lingkungan itu. “Yang ada cuma Perwal yang mengatur persoalan Kepling saja,” ujarnya.
Hari ini, lanjut Bahrumsyah, sebanyak 2001 kepling di Kota Medan menerima upah sama besar melalui APBD, namun beban kerja di antara para kepling itu tidak adil. Sebab, banyak lingkungan di Kota Medan terlalu over, sehingga kepling tidak mampu menangani wilayahnya.
“Contoh, di Marelan dengan penduduk mencapai 200 ribu jiwa hanya terdapat 100 orang kepling. Artinya, 1 orang Kepling harus memimpin sekitar 2.000 jiwa. Sedangkan di Belawan dengan penduduk mencapai 111 ribu jiwa terdapat 143 kepling. Artinya, 1 orang kepling memimpin sekitar 700 lebih. Inikan tidak sebanding,” ungkapnya.
Bahkan, sambung Bahrumsyah, ada lingkungan tidak ada warganya namun ada kepling-nya. “Jadi, Walikota Medan harus segera mengeluarkan perwal baru tentang pedoman pembentukan lingkungan sesuai amanat perda,” pintanya.
Menurut Bahrumsyah, saat ini menjadi momentum awal untuk melakukan pembentukan atau merger lingkungan, karena pesta demokrasi sudah usai dan data kependudukan tidak dipakai untuk kepentingan politik.
“Jadi, tahun 2029 nanti sudah data baru. Kemarin belum jalan, karena alasannya data masih dipakai untuk menetukan Daftar Calon Sementara (DCS) dan Daftar Calon Tetap (DCT) serta penetapan TPS untuk Pileg,” ujarnya. (Reza)