MEDAN, kaldera.id – Wacana pemerintah pusat untuk mengembalikan sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) oleh anggota DPRD Kabupaten/Kota menuai reaksi beragam, termasuk dari politisi PDI Perjuangan Kota Medan, Robi Barus. Menurutnya, usulan tersebut berpotensi menjadi kemunduran besar bagi semangat reformasi dan demokrasi yang sudah diperjuangkan rakyat selama puluhan tahun.
“Kalau kami dari PDI Perjuangan, pada dasarnya semangatnya adalah biarlah rakyat yang memilih dan menentukan langsung siapa pemimpin mereka. Tapi ya, semua tergantung keputusan di pusat. Kami di daerah hanya mengikuti,” ujarnya saat ditemui, Selasa (5/8/2025).
Robi menyayangkan jika alasan klasik seperti tingginya biaya politik justru dijadikan pembenaran untuk memangkas hak rakyat dalam berdemokrasi. Ia menilai masyarakat, khususnya warga Kota Medan, sudah cukup cerdas dalam memahami dan berpartisipasi dalam proses politik, sehingga keputusan besar seperti Pilkada seharusnya tetap menjadi hak publik.
“Kalau masyarakat yang memilih, mereka punya gambaran siapa calon yang akan memimpin. Tapi kalau dikembalikan ke DPRD, itu sama saja seperti kita mundur ke era Orde Baru. Padahal sistem itu sudah pernah kita tinggalkan,” katanya mengingatkan.
Meski begitu, Robi mengakui bahwa politisi daerah tetap bisa memberikan masukan kepada pemerintah pusat terkait dampak dari kebijakan tersebut, terutama dari sisi implementasi dan efek sosial-politik di lapangan.
Ia juga mengakui bahwa dalam sistem pemilihan langsung, praktik pragmatisme politik masih cukup kuat di masyarakat. Namun, hal tersebut bukan alasan untuk menghapuskan hak memilih dari tangan rakyat. “Memang masyarakat kita sangat pragmatis, suara mereka diarahkan kalau ada timbal balik. Tapi bukan berarti solusinya diambil alih oleh elite partai dan DPRD,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Medan itu menilai, jika kepala daerah dipilih melalui DPRD, maka pengawasan terhadap praktik politik uang memang bisa lebih mudah dilakukan aparat penegak hukum. Namun di sisi lain, sistem itu justru menyulitkan kader-kader politik lokal yang ingin maju secara independen atau lewat jalur akar rumput.
“Kalau dipilih DPRD, kita-kita ini kecil peluangnya untuk ikut Pilkada, karena semua ditentukan elite partai di pusat. Dan yang paling rugi adalah masyarakat, karena mereka kehilangan hak untuk memilih pemimpinnya sendiri,” pungkasnya. (Reza)