
MEDAN, Kaldera.id – Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan Kementerian Dalam Negeri untuk mengambil langkah tegas terhadap Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS, yang berangkat umrah tanpa izin pada saat wilayahnya tengah dilanda banjir dan longsor. Aksi Mirwan yang meninggalkan daerah di saat krisis memicu kritik keras, terutama karena jabatan kepala daerah menuntut kehadiran penuh dalam situasi darurat.
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, merespons arahan presiden dengan menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kerangka jelas mengenai kewajiban, larangan, hingga jenis sanksi bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah. UU tersebut mengatur bahwa seorang kepala daerah wajib berada di tempat saat terjadi kondisi luar biasa, kecuali mendapat izin resmi dari Menteri Dalam Negeri.
“Jika dalam pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal ditemukan pelanggaran terhadap kewajiban atau larangan, maka sanksi bisa direkomendasikan, termasuk sanksi berat bagi kepala daerah,” tegas Bima pada Senin (8/12).
Meski demikian, ia belum menyebutkan secara pasti sanksi apa yang berpotensi dijatuhkan kepada Mirwan. Proses pemeriksaan harus dilakukan terlebih dahulu untuk memastikan fakta dan data di lapangan.
Menurut informasi yang diterima Kemendagri, Mirwan saat ini masih dalam perjalanan kembali ke Tanah Air. Begitu ia tiba, tim Inspektorat Jenderal akan segera melakukan pemeriksaan intensif. “Tim sudah siaga. Begitu Bupati Aceh Selatan tiba, pemeriksaan akan langsung dilakukan tanpa menunda,” ujar Bima, memastikan proses akan berjalan cepat dan transparan.
Instruksi pencopotan ini sebelumnya muncul dalam rapat terbatas percepatan penanganan bencana di Lanud Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, Minggu (7/12). Rapat tersebut dihadiri sejumlah menteri kabinet yang mendampingi Prabowo dalam meninjau penanganan bencana di Aceh, Sumut, dan Sumbar.
Saat menyapa para bupati yang hadir secara virtual, Prabowo memberikan apresiasi kepada kepala daerah yang tetap berada di wilayahnya untuk mengawal proses penanganan bencana. Ia menyebut bahwa keberadaan pemimpin daerah di tengah masyarakat sangat penting, terutama ketika bencana terjadi.
Namun, suasana berubah ketika Prabowo mengetahui bahwa Bupati Aceh Selatan tidak hadir karena berada di luar negeri. “Kalau yang mau lari-lari aja nggak apa-apa. Dicopot Mendagri bisa ya, diproses,” kata Prabowo dengan nada tegas.
Ia bahkan membandingkan tindakan Mirwan dengan desersi dalam dunia militer—sebuah pelanggaran serius ketika seorang prajurit meninggalkan pasukannya saat kondisi bahaya.
“Kalau tentara, dalam keadaan bahaya meninggalkan anak buah, itu namanya desersi. Itu tidak bisa ditoleransi,” tegas Prabowo, menekankan pentingnya loyalitas dan kehadiran pemimpin dalam situasi kritis.
Peristiwa ini menambah sorotan publik terhadap kinerja pejabat daerah selama penanganan bencana yang melanda sebagian wilayah Sumatra. Pemerintah pusat menegaskan bahwa pihaknya tidak akan kompromi terhadap kepala daerah yang gagal menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, terutama saat bencana menimpa warga.
Kini, fokus tertuju pada hasil pemeriksaan Kemendagri terhadap Mirwan MS. Jika terbukti melanggar ketentuan UU Pemerintahan Daerah, bukan tidak mungkin Mirwan akan menghadapi sanksi berat hingga pencopotan dari jabatannya sebagai Bupati Aceh Selatan. Pemerintah memastikan proses ini berjalan objektif demi menjaga integritas pelayanan publik dan kepercayaan masyarakat. (cnn/kal)