Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai defisit menahun BPJS Kesehatan mengelola program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tidak semata-mata karena persoalan iuran.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai defisit menahun BPJS Kesehatan mengelola program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tidak semata-mata karena persoalan iuran.

JAKARTA, kaldera.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai defisit menahun BPJS Kesehatan mengelola program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tidak semata-mata karena persoalan iuran. Menurut dia, ada dua alasan lain yang juga membuat BPJS Kesehatan jebol dari tahun ke tahun.

Pertama, manfaat. Ini yang harus didefinisikan oleh Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan terkait manfaat pelayanan kesehatan dasar. “Kalau layanan unlimited (tak terbatas), mau dibuat ruang berapa pun ya akan jebol,” ujar Ani, panggilan akrabnya, dalam rapat dengan DPR, Selasa (18/2/2020).

Sebab, dia menilai ada missmatch antara iuran yang dibayar peserta dengan manfaat yang diberikan BPJS Kesehatan.

Kedua, kemampuan BPJS Kesehatan untuk menghimpun iuran dari peserta. Menurut Ani, tidak sedikit peserta yang hanya membayar ketika sakit dan berhenti ketika sembuh.

“Jadi, tidak bisa satu aspek, iuran saja. Iuran itu masalah gotong royong. Ketiga hal ini harus kalau mau bangun sistem JKN sustain (berkelanjutan). Ketika BPJS bolong, kami rapat dan memutuskan audit menyeluruh oleh BPKP,” imbuh dia seperti dikutip dari CNN.

Hasil audit, sambung Ani, melahirkan rekomendasi perbaikan sistem, yang dilakukan untuk mendesain ulang dan memperbaiki kebijakan JKN. Termasuk di dalamnya soal sistem verifikasi tagihan dan klaim dari penyedia fasilitas kesehatan.

BPJS Kesehatan Jebol Menkeu Ancam Tarik Modal

Sebelumnya, pada kesempatan yang sama, Ani mengancam menarik kembali suntikan modal ke BPJS Kesehatan jika Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 terkait Jaminan Kesehatan dibatalkan. Perpres itu memutuskan untuk menaikkan iuran peserta di seluruh kelas.

“Tidak masalah kita melakukan itu (batalkan Perpres 75/2019). Kalau bapak-bapak (anggota DPR) minta dibatalkan. Artinya Kementerian Keuangan yang sudah transfer Rp13,5 triliun pada 2019 lalu, saya tarik kembali,” tegas Ani dalam rapat dengan DPR.

Kemudian, lanjut dia, BPJS Kesehatan akan kembali dalam posisi defisit neraca keuangan sebesar Rp32 triliun seperti yang telah dihitung sebelumnya. Toh, BPJS terus defisit sejak dibentuk 2014 silam.

Menurut catatan badan yang bersulih nama dari PT Askes (Persero) itu tercatat defisit Rp3,3 triliun pada 2014. Lalu, membengkak menjadi Rp5,7 triliun pada 2015, dan Rp9,7 triliun pada 2016.

Ani menuturkan defisit terus berlanjut hingga 2017 menjadi sebesar Rp13,5 triliun. Lalu, pada 2018 menjadi 19 triliun, dan pada 2019 diperkirakan sebesar Rp32 triliun menurut surat yang disampaikan BPJS Kesehatan kepadanya.

Dari seluruh defisit tersebut, Ani mengklaim Kementerian Keuangan selalu hadir untuk menyuntikkan modal. “Semua rakyat masuk ke rumah sakit. Tetapi ini butuh biaya dan kenyataannya, sistem BPJS Kesehatan kita tidak mampu memenuhi kewajiban dari sisi pembayaran,” tandasnya.(finta)