JAKARTA, kaldera.id- Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi mengisyaratkan sinyal bahaya karena ternyata persediaan obat dengan tingkat kebutuhan tinggi (fast moving) hanya cukup sampai Maret-April 2020. Sementara obat dengan tingkat kebutuhan rendah (slow moving) cukup sampai Juni-Juli 2020.
“Tapi tidak perlu panik karena masih memiliki stok obat dan kami sudah koordinasi dengan semuanya,” ucap Ketua Komite Perdagangan dan Industri Bahan Baku Farmasi GP Farmasi Vincent Harijanto, Rabu (11/3/2020).
Obat berkebutuhan tinggi secara umum adalah obat generik dan jenis obat yang bisa diperoleh secara mudah. Vincent mengatakan kondisi pasokan obat ini memang cukup seret akibat tekanan wabah virus corona atau Covid-19. Pasalnya, Indonesia mengimpor banyak bahan baku obat dari China, sumber virus tersebut.
Secara persentase, sambungnya, impor bahan baku obat Indonesia sekitar 85 persen berasal dari China dan India. Sisanya, 15 persen dari Eropa dan Amerika Serikat. Dari total 85 persen tersebut, bahan baku obat dari China mencapai 60 persen. Sementara 40 persen lainnya dari India.
“Jadi memang ketergantungan bahan baku dari China ini besar dan virus corona mengganggu supply chain (rantai pasok). Tapi kondisi ini sebenarnya kerap terjadi ketika liburan Imlek,” katanya.
Sebab libur Imlek, memang sejak beberapa hari sebelumnya, industri bahan baku obat di China sudah mulai menyetop aliran impor. Setelah itu pun, masih perlu beberapa hari agar aktivitas impor bisa dilakukan karena China menerapkan libur yang cukup panjang jelang tahun baru kalendernya.
Farmasi Isyaratkan Sinyal Bahaya
“Tapi memang kebetulan sekarang datang corona. Sekarang sudah mulai balik stafnya, masuk, dan produksi. Jadi kami optimis ini masih cukup,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Vincent mengaku industri masih percaya bahwa persediaan obat di Tanah Air akan cukup karena mendapat jaminan dari Menteri BUMN Erick Thohir, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), hingga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
“Pak Menteri (Erick) sudah cek fisik, bagaimana sebetulnya kondisi stok obat, salah satunya di BUMN terbesar, Kimia Farma dan memang mereka tidak takut dengan stok, swasta juga yakin cukup,” tuturnya.
Di sisi lain, kata Vincent, BPOM dan DJBC Kemenkeu turut menjamin bahwa ketersediaan pasokan obat akan cukup karena izin impor bahan baku dipermudah. Nantinya, tak ada lagi izin impor yang berbelit dan dokumen izin yang berlapis.
“Mereka sudah janji beri kemudahan, jadi saya kira tidak perlu panik,” tekannya. Penyebaran virus corona di China telah membuat sejumlah industri Negeri Tirai Bambu tersendat proses produksinya, termasuk industri bahan baku obat. Hal ini memberi dampak bagi industri di negara-negara yang bermitra dagang dengan China, termasuk Indonesia.
Akibatnya, sejumlah industri di dalam negeri ikut melambat kinerjanya. Bahkan, hal ini turut menyerang proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia.(cnn/finta rahyuni)