Wakil Ketua Kadin Sumut, Hendra Arbie
Wakil Ketua Kadin Sumut, Hendra Arbie

MEDAN, kaldera.id – Wakil Ketua Kadin Sumut Hendra Arbie mengaku heran dengan tata kelola perdagangan komoditas yang membuat Sumut mengalami inflasi secara berkelanjutan.

“Heran kita, masa dari tahun ke tahun, cabai merah itu selalu memberi andil terbesar terhadap inflasi. Cabai merah itu dalam 2018, 2019 bahkan 2020 mendominasi sumbangan inflasinya di Sumut,” kata dia.

Hendra Arbie mengungkapkan hal itu kepada kaldera.id, Selasa (3/3/2020), usai mendengar pengumuman angka inflasi Februari 2020 dari BPS. Inflasi di Sumut pada Februari 2020 sebesar 0,13 persen sedangkan secara nasional 0,28 persen.

“Uniknya sumbangan inflasi kita itu kalau dilihat dari komoditas selalu cabai merah. Beberapa waktu lalu saya ikuti juga di media harga cabai merah malah sudah tembus Rp50.000 per kg. Artinya hitungan inflasi untuk Maret nanti tetap akan disumbang cabai merah,” jelasnya.

“Untuk inflasi Februari, komoditas penyumbang terbesar terhadap kan cabai merah dan bawang putih. Kita lihat bulan depan. Pasti begitu lagi,” kata Hendra Arbie.

Pada akhir 2019, atau Desember memang terjadi deflasi di Sumut. “Nah itu penurunannya juga dipicu harga cabai merah dan cabai rawit. Aneh betul kalau begini. Masa cabai saja tidak bisa kita urus,” kata dia.

Bandingkan lagi dengan kajian BI pada Maret, April, Mei, dan Juni 2019, katanya.

BI Medan saat itu mencermati adanya tekanan inflasi yang relatif tinggi pada semester I 2019, karea tekanan harga kelompok bahan makanan dengan komoditas cabai merah sebagai penyumbang utama.

“Padahal Sumatera Utara merupakan salah satu basis produksi cabai,” ungkapnya.

Inflasi Selalu Cabai Merah

Dia menambahkan kontribusi inflasi pada Maret, April Mei hingga Juni 2019 itu cabai merah dengan andil hingga 65 persen.

“Alasannya karena fluktuasi harga komoditas hortikultura, terutama cabai merah disebabkan gangguan produksi mendorong tekanan inflasi.”

Menurut Hendra Arbie, cabai merah akan selalu memicu inflasi. “Kenapa? Itu karena, pertama kita memang konsumen cabai merah terbesar.

Kedua, karena ketersediaan cabai itu harus sesuai musim tanam. Jadi saat musim tanam pasokannya sedikit, ketika panen bisa saja melimpat. Musimnya tidak bisa dibuat bergantian,” katanya.

Lantas ketiga karena tidak ada buffer stock (stok penyangga), ujar Hendra. “Ini kan manajemen stok harusnya jalan. Saat pasok melimpah ada strategi menjaga harganya. Siapa yang menampung. Misalnya pabrik saus.”

Atau jika misalnya terjadi lonjakan harga akibat kekurangan stok maka badan terkait atau instasi pemerintah bisa mencari stok dari daerah lain untuk menjaga harga agar tetap stabil. “Kita lihat yang paling besar menyumbang inflasi dari sisi komoditas cabai merah saja.

Mungkin ditambah bawang putih nanti karena kita masih impor. Jadi saran saya carilah sumber pasok cabai dari daerah lain untuk menjaga harga di Sumut. Jangan kalau harga cabai mahal lalu masyarakat disuruh jangan beli cabai.”

“Kita tiap bulan disajikan paparan angka inflasi dan deflasi hanya karena tidak bisa mengurus cabai merah. Aneh ini. Cabai saja tak bisa kita urus,” ungkapnya.(armin nasution)