Site icon Kaldera.id

Di Medan Kurs 14.500, Vincent: BI Harusnya Sudah Antisipasi

Ekonom Sumatera Utara yang juga Praktisi Bisnis, Vincent Wijaya

Ekonom Sumatera Utara yang juga Praktisi Bisnis, Vincent Wijaya

MEDAN, Kaldera.id – Nilai tukar rupiah di Medan melemah memasuki level Rp 14.500 per dolar AS seiring kekhawatiran penyebaran virus corona yang terus meningkat. Dari pantauan Kaldera.id, Kamis (12/3/2020) dibeberapa pedagang valuta asing yang ada di Medan, terjadi kenaikan nilai tukar rupiah hingga menembus Rp14.500 per dolar AS.

“Sore ini sudah Rp14.500 kak, tadi pagi masih Rp14.400,” ujar Ado, karyawan di Best Money Changer, Jl. KH. Zainul Arifin, Medan. Sama halnya dengan Laura, karyawan Dolarasia Money Changer turut mengiyakan kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar As.

” Iya sudah sampai 14.500, sebelumnya masih 14.400,” ujarnya. Ekonom Sumatera Utara yang juga praktisi bisnis Vincent Wijaya mengatakan kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS disebabkan adanya kepanikan masyarakat terhadap virus corona yang tengah menyebar di beberapa negara sehingga terjadi spekulasi.

Rupiah Melemah di Kota Medan

“Naiknya karena panik dengan virus corona ini bukan karena ada polemik atau gejolak politik di Indonesia sendiri. Bisa saja orang panik terus terjadi spekulasi,” ujarnya Kamis (12/3/2020). Vincent yang juga eksportir ini menilai kenaikan nilai tukar rupiah ini tidak begitu menjadi masalah karena pemerintah sudah melakukan persiapan jika pun nanti naik sampai tembus Rp15 ribu.

” Saya lihat masih tidak begitu masalah, karena pemerintah juga sudah siap jika nantinya sampe Rp15 ribu. Semua nilai tukar uang juga naik kan, jadi tidak Indonesian saja karena memang dampak virus corona menyebar keseluruh dunia, ” ujarnya.

Menurutnya, saat ini juga devisa negara masih terbilang cukup. Selain itu, pemerintah juga tetap melakukan pengawasan terhadap pembelian dolar AS.

” Jikapun nanti naik lagi, Bank Indonesia masih menjamin karena kan devisa kita masih lumayan sekitar 111 milliar dolar AS. Jadi masih bisa di intervensi. Bank Indonesia juga terus melakukan pengawasan beredarnya dolar AS artinya kalau beli lebih dari Rp17.000 sekian pemerintah tau itu. Jadi belum gitu masalah,” tegasnya.

Namun, diakuinya kenaikan nilai tukar ini memberikan dampak yang negatif bagi Indonesia. Selain biaya impor yang semakin mahal juga berdampak pada bertambahnya jumlah utang Indonesia.

“Iya bisa, dulu misalnya Rp13 ribu kita sudah bisa beli barang, namun sekarang harus Rp14.500, selain itu utang Indonesia juga akan bertambah karena nilai tukar rupiah yang semakin tinggi,” ujarnya.

Kemudian kenaikan nilai tukar rupiah ini, menurut Vincent, akan sangat menguntungkan bagi ekspor Indonesia. “Naiknya nilai tukar rupiah tentunya akan menguntungkan bagi ekspor Indonesia tapi di sisi impor akan sangat merugikan,” pungkasnya. (finta rahyuni)

Exit mobile version