MEDAN, kaldera.id – Organisasi profesi Perkumpulan Advokat Indonesia (Peradin) Sumut meminta Walikota Medan, Bobby Afif Nasution merevisi Perwal No17/2021 tentang pemberian dana jasa pelayanan kepada warga pelayan masyarakat.
Sebab, perwal tersebut dinilai menyakiti hati umat islam, khususnya bilal mayit, penggali kubur, nazir masjid dan pelayan masyarakat lainnya.
Ketua Peradin Sumut, Irwansyah Rambe menjelaskan, dalam Bab I ketentuan umum, pasal satu ayat ke 38 menyatakan, usia maksimal penerima 60 tahun. “Ada pembatasan usia disitu. Sementara data yang kita pegang, 60 persennya berusia di atas 60 tahun,” ucap Irwansyah, Minggu, (27/6/2021).
Menurutnya, hukum atau aturan dibuat selain memberikan rasa keadilan, juga mengatur kesejahteraan. Pemberian penghargaan pada masyarakat juga tidak melihat usia, tapi melihat apa yang dilakukannya.
Pria yang juga Ketua Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia (Posbakumadin) Kota Medan ini juga menjelaskan, pihaknya sudah menerima kuasa dari organisasi Paguyuban Bilal Mayit.
“Kita membuka ruang untuk berdiskusi dengan walikota atau Pemko Medan. Intinya kita ingin memberikan masukan untuk kesejahteraan banyak orang,” ungkapnya.
Pihaknya juga akan melakukan langkah-langkah hukum yakni, melakukan gugatan ke PTUN apabila tidak dilakukan revisi atas peraturan tersebut.
Sementara itu, Ketua Bilal Mayit Kota Medan, Pusman menambahkan, pihaknya mempertanyakan peraturan tersebut.
Sebab, bilal mayit di Kota Medan rata-rata usianya di atas 60 tahun.
Ia menjelaskan, bilal mayit se Kota Medan diperkirakan berjumlah kurang lebih 3.000 orang. Dari jumlah tersebut, 60% berjumlah di atas 60 tahun. “Meski berusia lanjut, bilal mayit tetap energik dan mampu melaksanakan tugasnya. Terbukti sejauh ini tidak ada masalah,” tegasnya.
Meskipun ini pekerjaan ibadah dan kewajiban fardu kipayah. dengan keluarnya perwal tersebut, menjadi kekecewaan bagi komunitas bilal mayit dan penggali kubur.
“Kami memang tidak berharap mendapatkan tali asih. Tapi karena dari dulu Pemko sudah memberikan santunan. Bantuan itu menjadi pendapatan lebih buat menghidupi keluarga,” ungkapnya.
Menurutnya, tidak semua orang bisa menjadi bilal mayit. Karena menjadi bilal mayit itu, selain syarat yang diatur di dalam fiqih islam. Menjadi bilal mayit itu harus mampu menjaga rahasia atau aib dari ahli bait.
Kalau pun alasan Bobby ini bagian dari regenerasi, lanjut Pusman, sebaiknya dilakukan pelatihan dan kaderisasi. “Pertanyaannya, apa iya, banyak anak muda yang bersedia jadi bilal mayit,” tanyanya.
Pusman juga mengungkapkan, hingga saat ini, terhitung Januari 2021 hingga Juni, bilal mayit, penggali kubur belum mendapatkan tali asih dari Pemko Medan.
Walikota Medan, Muhammad Bobby Aff Nasution dalam sebuah kesempatan menjelaskan, menyikapi banyaknya keluhan terkait Perwal No.17/2021 tentang Pemberian Dana Jasa Pelayanan Kepada Warga Pelayan Masyarakat yang ditafsirkan bahwa Pemko Medan tidak akan memberikan bantuan kepada pelayan masyarakat yang berusia di atas 60 tahun, Bobby Nasution pun langsung meluruskannya.
“Itu tidak benar, maksudnya tidak seperti itu. Sebagai contoh penggali kubur, masa penggali kubur usianya di atas 60 tahun. Ini bagaimana efektifitas dari beberapa program yang ada di Pemko Medan bisa berjalan. Kemudian, maghrib mengaji, usianya tidak dari 60 tahun lagi, itu sebenarnya perpanjangan dari perwal yang sudah ada,” jelasnya.
Begitu juga dengan Kabag Hukum Setda kota Medan, Laksamana Putra Siregar menjelaskan, bahwa dalam Perwal 17/2021 tersebut juga diatur batas usia penerima bantuan sampai 60 tahun khususnya bagi Penggali Kubur, Guru Magrib Mengaji, Guru Sekolah Minggu, Guru Sekolah Hindu- Budha dan Khong Hu Chu, Panatua Gereja. Sedangkan pelayan masyarakat lainnya tidak dibatasi usianya.
“Hal ini dilakukan karena Pemko Medan menilai pekerjaan fisik dan berat dilakukan salah satu pelayan masyarakat seperti penggali kubur. Tentunya tidak memungkinkan pekerjaan tersebut dilakukan oleh usia diatas 60 tahun. Apalagi kalau dilihat dilapangan yang menggali kubur itu dilakukan warga yang usianya dibawah 60 tahun dan mampu melakukan pekerjaan tersebut. Selain itu kebanyakan penggali kubur tersebut hanya status namun pekerjaannya dilakukan oleh anaknya atau keluarganya,” jelasnya belum lama ini.
Selain itu, Laksamana Putra juga menjelaskan pembatasan usia, juga untuk mengakomodir kepentingan umat beragama seperti contoh guru Magrib mengaji,Guru Sekolah Minggu, Guru Sekolah Hindu- Budha dan Khong Hu Chu. karena didalam pendidikan formal sendiri Guru juga dibatasi usianya. Sebab diusia 60 tahun keatas Secara psikologis adanya penurunan kemampuan untuk mentransfer pengetahuan.
“Sedangkan untuk Panatua Gereja, sesuai dengan aturan di dalam AD/ART gereja, Panatua Gereja juga dibatasi usianya, dimana Panatua gereja yang usianya diatas 60 tahun tidak berkewajiban memberikan pelayanan kepada jemaat,” ungkap Kabag Hukum.(rel)