Suap Penyidik KPK Rp1,6 Miliar, Walikota Tanjungbalai Didakwa Pasal Berlapis

Walikota Nonaktif Tanjungbalai M Syahrial mulai diadili di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Medan dalam perkara pemberian suap sebesar Rp1,6 miliar kepada penyidik KPK, Stepanus Robinson Pattujulu, Senin (12/7/2021)
Walikota Nonaktif Tanjungbalai M Syahrial mulai diadili di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Medan dalam perkara pemberian suap sebesar Rp1,6 miliar kepada penyidik KPK, Stepanus Robinson Pattujulu, Senin (12/7/2021)

MEDAN, kaldera.id- Walikota Nonaktif Tanjungbalai M Syahrial mulai diadili di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Medan dalam perkara pemberian suap sebesar Rp1,6 miliar kepada penyidik KPK, Stepanus Robinson Pattujulu, Senin (12/7/2021). Dalam persidangan perdana itu, JPU mendakwa Syahrial dengan 3 pasal sekaligus.

Adapun tiga pasal yang didakwa kepada Syahrial yakni Pasal 5 ayat (1) huruf b dan a serta Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.

Dalam dakwaan yang dibacakan Penuntut Umum KPK, Budi S disebutkan bahwa perbuatan terdakwa berawal sekitar bulan Oktober Tahun 2020, dimana Walikota Tanjungbalai yang juga merupakan kader Partai Golongan Karya (Golkar) itu berkunjung ke rumah dinas Azis Syamsudin selaku Wakil Ketua DPR RI yang juga merupakan petinggi Partai Golkar.

Pada pertemuan itu terdakwa dan Azis Syamsudin membicarakan mengenai Pemilihan langsung Kepala Daerah (Pilkada) yang akan diikuti oleh Terdakwa di Kota Tanjungbalai, lalu Azis Syamsudin menyampaikan kepada Terdakwa akan mengenalkan dengan seseorang yang dapat membantu memantau dalam proses keikutsertaan Terdakwa dalam Pilkada tersebut.

Persidangan digelar secara virtual di Cakra II PN Medan

“Setelah Terdakwa setuju, kemudian Azis Syamsudin mengenalkan Stepanus Robinson Pattuju yang merupakan seorang penyidik KPK kepada Terdakwa,” ujar JPU dalam persidangan yang digelar secara virtual di Cakra II PN Medan itu.

Dalam perkenalan itu, Terdakwa menyampaikan kepada Stepanus Robinson Pattuju akan mengikuti Pilkada periode kedua Tahun 2021- 2026, namun ada informasi laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai pekerjaan di Tanjungbalai dan informasi perkara jual beli jabatan di Pemerintahan Kota Tanjungbalai yang sedang ditangani oleh KPK.

“Sehingga terdakwa meminta Stepanus Robinson Pattuju supaya membantu tidak menaikkan proses Penyelidikan perkara jual beli jabatan di Pemerintahan Kota Tanjungbalai yang melibatkan Terdakwa ke tingkat Penyidikan agar proses Pilkada yang akan diikuti oleh Terdakwa tidak bermasalah,” ungkap JPU di hadapan majelis hakim yang diketuai As’ad Rahim Lubis itu.

Atas permintaan Terdakwa tersebut, Stepanus Robinson Pattuju bersedia membantu dan saling bertukar nomor telepon. Kemudian, Stepanus Robinson Pattuju menelpon rekannya Maskur Husain seorang advokat.

Ia menyampaikan persoalan yang diadukan terdakwa kepada Maskur. Maskur yang seorang advokat itu menyanggupi untuk membantu pengurusan perkara tersebut asalkan ada dananya sebesar Rp1,5 miliar. Permintaan ini ini disetujui Stepanus Robinson Pattuju untuk disampaikan kepada Terdakwa.

Singkat cerita, terdakwa kemudian menyanggupi permintaan ini dan mengirimkan uang itu secara bertahap melalui rekening Riefka Amalia. Total pengiriman melalui rekening itu mencapai Rp1,4 miliar.

Bahwa selain pemberian uang secara transfer yang dilakukan oleh Terdakwa tersebut di atas, Terdakwa pada tanggal 25 Desember 2020 berlanjut menyerahkan uang tunai kepada Stepanus sejumlah Rp210 juta.

Kemudian pada awal Maret 2021 menyerahkan terdakwa juga menyerahkan sejumlah Rp10 juta di Bandara Kualanamu Medan.

“Sehingga jumlah seluruhnya Rp1,6 miliar,” jelas Jaksa.

Usai mendengar nota dakwaan JPU, majelis hakim kemudian menunda persidangan hingga sepekan mendatang. (finta rahyuni)