76 Tahun Merdeka, Regulasi Belum Memihak Rakyat

Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu
Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu

MEDAN, kaldera.id- Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu menilai berbagai regulasi dinilai belum sepenuhnya berpihak pada rakyat di HUT Kemerdekaan ke-76 RI. Berbagai ketimpangan baik secara ekonomi, politik, sosial, dan lainnya masih begitu masif terjadi. Padahal, rezim terus berganti. Namun, persoalan bangsa juga tiada henti berdatangan. Persoalan itu terjadi karena masih lemahnya keberpihakan regulasi terhadap kepentingan rakyat.

“Contoh di sektor Sumber Daya Alam (SDA) misalnya, bagaimana rakyat di negeri Gemah Ripah Loh Jinawi ini rakyat hanya jadi penonton. Bangsa lain yang menikmati kue-kue pembangunannya. Pertanyaannya Mmrdekakah kita?” kata Gus Irawan kepada media, Minggu (15/8/2021). Padahal, kata dia, founding father bangsa ini telah mendesain negeri ini agar merdeka, berdaulat, dan sejahtera sebagaimana amanat Mukadimah UUD 1945.

Politisi Gerindra itu menilai Indonesia memiliki kekayaan SDA.yang melimpah ruah dan menurut data Indonesia Mining Asosiation, Indonesia meraih peringkat ke-6 dunia dengan kategori negara kaya sumber daya tambang. “Mulai dari emas, nikel, batu bara, minyak, dan gas alam yang sebenarnya bisa menunjang perekonomian masyarakat Indonesia jika dikelola dengan baik oleh masyarakat Indonesia sendiri,” tuturnya.

Namun, yang terjadi, sambung Ketua Gerindra Sumut itu, sebagian besar perusahaan tambang di Indonesia dimiliki negara asing. Kesenjangan kualitas SDM Indonesia, teknologi, dan pendanaan pemanfaatan SDA memaksa bangsa harus memanfatkan sumber daya dari luar negeri.

“Rakyat baru bisa menjadi buruh diantara korporasi asing. Kita lihat kepemilikan sektor-sektor strategis di bidang SDA misalnya, hampir 50 persen dikuasai asing. Rakyat harus diberi ‘senjata’ agar dapat bertarung dengan asing. Tanpa keberpihakan regulasi menghadapi korporasi asing, maka rakyat hanya menjadi objek buruh saja,” tutup legislator daerah pemilihan (dapil) Sumatera Utara itu. (finta rahyuni)