JAKARTA – kaldera.id – Upaya Menpora RI Zainudin Amali yang sengaja mengubur impian atlet tenis meja Indonesia untuk bertarung dalam ajang Sea Games Vietnam, mendapatkan perhatian dari Federasi Olahraga Internasional.
Hal ini dibuktikan dengan adanya undangan federasi olahraga dunia melalui para Presiden Table Tennis Association se-Asia Tenggara, yang memanggil Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PP PTMSI), Komjen Pol (Purn) Drs Oegroseno SH.
Berdasarkan keterangan tertulis dari induk organisasi olahraga tenis meja di Asia, Wakapolri periode 2013 – 2014 ini diminta datang untuk menghadiri “16th Seatta Executive Council Meeting”. Undangan ini sebagai bentuk agenda resmi rapat SEATTA pada saat Sea Games Vietnam 2022.
Rapat ini akan dihadiri oleh para Presiden Table Tennis Association se-Asia Tenggara, yang ingin menunjukkan bukti bahwa yang diakui oleh Federasi Internasional Tenis Meja SEATTA, ATTU dan ITTF, adalah PP PTMSI yang dipimpin Komjen Pol (Pur) Drs Oegroseno SH.
“Menpora Zainudin Amali sudah membuat keputusan sepihak, yang melarang atlet Tenis Meja Indonesia bertanding di Sea Games Vietnam 2022. Kesewenang – wenangan Menpora ini akan dilaporkan secara resmi di Forum Rapat Dewan Komite Eksekutif SEATTA, pada tanggal 18 Mei 2022,” ujar Oegroseno, Minggu (15/5/2022).
Mantan Kadiv Propam dan Kapolda Sumut ini mengungkapkan, diskriminasi atlet olahraga di Indonesia termasuk tenis meja tersebut, sangat perlu ditarik ke Forum Internasional. Hal ini dianggap perlu dilakukan agar Menpora memahami, bahwa urusan olahraga di Indonesia selalu berkaitan langsung dengan Federasi Olahraga Internasional.
“Kita tidak memahami pola pemikiran Menpora ini, yang seakan tidak menyadari bahwa olahraga itu milik masyarakat dunia, dan bukan semaunya Menpora untuk dapat menguburnya. Kemenpora hanya bersifat sebagai pelaksana fungsi pemerintah di bidang pemuda dan olahraga,” tegas Oegroseno.
Berbeda dengan kepemimpinan Menpora Zainudin Amali, kata Oegroseno, pada event Sea Games Vietnam 2022 ini, sangat terlihat tugas pokok dan fungsi Menpora telah bergeser arah tidak karuan, menjadi kementerian yang mengurusi tentang penonton dan olahraga.
“Upaya Menpora mengirimkan non atlet ke Sea Games Vietnam sudah menghempaskan mimpi atlet olahraga. Alasan Menpora semakin tidak masuk di akal, apalagi menggantinya dengan mengirimkan kontingen non atlet. Menpora harus sadar bahwa para atlet adalah generasi pemuda bangsa, dan bukan generasi penonton bangsa,” kata Oegroseno.
Mantan Kalemdik dan Kabaharkam Polri ini juga mengingatkan Ketua Umum dan Sekjen KONI supaya melihat lebih jernih persoalan dualisme kepengurusan Tenis Meja Indonesia. Kepengurusan Tenis Meja Indonesia ini bukan sengketa keolahragaan atau sengketa kepemimpinan, seperti yang diamanatkan UU No. 11 Tahun 2022 Pasal 102 dan PP No. 16 Tahun 2007 Pasal 123 Ayat (4), (5) dan (6).
“Pengurus Besar Persatuan Tenis Meja Indonesia (PB PTMSI) yang saat ini dipimpin oleh Peter Layardi Lay ini, adalah murni boneka organisasi. Dalang dari persoalan ini adalah Ketua Umum KONI Pusat di era Mayjen TNI (Purn)Tono Suratman. Aktor intelektual ini diback-up oleh Mayjen TNI (Purn) Soewarno,” ujar Oegro, panggilan akrab Oegroseno.
Menurut jenderal yang pernah terlibat kontak senjata dengan kelompok bersenjata yang merampok Bank CIMB dan menyerang Markas Polsek Hamparan Perak tersebut, Tono Suratman dan Soewarno melakukan itu dengan menggunakan AD/ART KONI, dan bukan AD/ART PTMSI 2012.
Tono Suratman dinilai sewenang – wenang melaksanakan Munas PB PTMSI pada bulan Januari 2014, yang dihadiri 11 Pengprov PTMSI yang tidak jelas. Padahal, sesuai AD/ART PTMSI 2012, Munas PTMSI itu minimal dihadiri oleh 50% plus 1 jumlah Pengurus Provinsi di NKRI.
“Ini merupakan kesalahan fatal KONI yang masih dilanjutkan oleh ego kepemimpinan KONI Pusat saat ini dipimpin Letjen TNI (Pur) Marciano Norman,” pungkasnya.(efri/rel)