Asisten Administrasi Umum Setdako Medan, Renward Parapat didampingi Kadis Perpustakaan Kota Medan, Adlan dan Kabid, Irvan Siregar melihat salah satu contoh pustaha laklak
Asisten Administrasi Umum Setdako Medan, Renward Parapat didampingi Kadis Perpustakaan Kota Medan, Adlan dan Kabid, Irvan Siregar melihat salah satu contoh pustaha laklak

 

MEDAN, kaldera.id – Walikota Medan, Muhammad Bobby Afif Nasution melalui Asisten Administrsi Umum Setdako Medan, Rendward Parapat mengungkapkan, pelestarian naskah kuno milik daerah merupakan bentuk dukungan pengembangan, pengolahan dan pengalih mediakan naskah kuno yang dimiliki masyarakat untuk dilestarikan dan didayagunakan. Hal ini disampaikan Renward saat memberikan sambutan di acara sosialisasi alih media naskah kuno batak “Mapas” di Hotel Grand Kanaya, Jalan Darussallam, Kamis (20/10/2022).

Menurutnya, kegiatan ini sangat menarik. Mengingat naskah kuno batak “Mapas” merupakan catatan-catatan tata cara pengobatan dan kesehatan, serta resep obat kesehatan secara tradisional oleh opung-opung kita terdahulu. “Momentum ini sangat berharga bagi kita,” katanya.

Renward berharap kepada para peserta dapat memanfaatkan momen berharga ini dengan sebaik-baiknua, serta melakukan eksplorasi seluas-luasnya wawasan dan pengalaman narasumber. “Saya harap kegiatan naskah kuno batak milik daerah kabupaten/kota dapat dilestarikan,” tutupnya.

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsiapan Kota Medan, Adlan mengatakan, pihaknya selalu berusaha untuk terus melakukan pengembangan, pengolahan dan pengalihmediakan naskah kuno yang dimiliki oleh masyatakat untuk dilestarikan dan didayagunakan. “Sejak 2021 kegiatan ini sebagai program kerja Dinas Perpustakaan dan Kearsiapan Kota Medan terkuat dalam menggugah, menggalih dan mencari sumber-sumber literasi yang memiliki nilai kearifan lokal. Baik bersifat seni budaya, kebiasan adat maupun artefak dan naskah kuno yang belum atau dialihmediakan,”katanya.

Dengan dukungan dan kolaborasi kerjasama UPT Museum Negeri Provsu yang telah membantu proses alihmedia tulisan naskah kuno “Mapas” ke bahasa Indonesia merupakan buku yang sekarang dibahas. “Program ini dengan tema, pelestarian koleksi nasional dan naskah kuno,” ujarnya.

Salah satu narasumber, Mehamat Karo Sekali mengatakan, etnis batak merupakan salah satu suku bangsa di Nusantara yang kaya akan budaya, salah satunya adalah budaya karya tulis. Budaya tradisi tulis menulis yang diwariskan oleh nenek moyang mereka kesohor dengan

nama Pustaha Laklak.

Pustaha Laklak ditulis di atas kulit kayu

Pustaha Laklak ditulis di atas kulit kayu yang dilipat menggunakan mode concertina (semacam akordion), dan terkadang dilengkapi dengan papan. Meskipun bahasa batak memiliki banyak dialek, akan tetapi bahasa tulis yang digunakan dalam pustaha tetap seragam tanpa mengurangi ciri khas lokalnya. Di Sumatera Utara (Sumut), setidaknya ada lima jenis aksara yang ditinggalkan nenek moyangnya. Yaitu, Aksara Toba, Aksara Karo, Aksara Mandailing, Aksara Dairi, dan Aksara Simalungun.

“Tidak semua orang memiliki kemampuan dalam penulisan pustaha laklak. Harus dilakukan dengan ritual yang dipimpin oleh seorang datu dan dilakukan pada hari-hari tertentu. Oleh sebab itu, pustaha laklak merupakan suatu kitab sakral yang pembuatannya seperti halnya membuat objek-objek sakral lainnya semisal patung pangulubalang dan tongkat tunggal panaluan.

Pustaha laklak ini dapat dijumpai di Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara yang tercatat ada lebih dari 200 pustaha laklak yang disimpan, baik itu di ruang tata pamer maupun di ruang koleksi. Selain itu, pustaha laklak juga disimpan di Museum Nasional Jakarta. Ratusan pustaha laklak juga disimpan di museum-museum luar negeri seperti di Belanda dan Jerman. (red)