Denny S Wardhana
Denny S Wardhana

MEDAN, kaldera.id – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) BPD Sumut menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di gelaran rapat kerja daerah (Rakerda) kedua yang akan digelar 1 Desember 2022 nanti.

Hal itu disampaikan Ketua PHRI BPD Sumut Denny S Wardhana (foto) didampingi Sekretaris Dewi Juita Purba, Rabu (2/11/2022), dalam rangka mempersiapkan berbagai agenda rangkaian rakerda. Rakerda yang akan dilaksanakan kali ini merupakan yang kedua dibawah kepemimpinan Denny S Wardhana.

Menurut dia, Rakerda kali ini akan diisi banyak acara. Salah satu yang paling penting diikuti seluruh pelaku industri adalah focus grup discussion (FGD) dengan tema bersama membangun transparansi perizinan untuk kondusifitas iklim usaha hotel dan restoran di Sumatera Utara.

Denny mengungkapkan sebenarnya dalam berbagai aturan yang ada terjadi begitu banyak perubahan. “Hotel dan restoran ini kan kita faham, banyak sekali aturan yang harus dijalankan. Jika aturan ini tak tersosialisasi dengan baik kita akan terjadi kesalahfahaman.”

Itu sebabnya, kata dia, setelah pandemi berlalu maka perlu diadakan pertemuan untuk mendengar langsung permasalahan anggota, khususnya perihal perizinan. “Kita bisa lihat misalnya aturan-aturan baru yang muncul seperti hak cipta, sebagian member mengeluh karena ada yang ditagih berlaku surut. Padahal tidak seperti itu aturannya.”

Kemudian juga terkait sosialisasi perizinan yang dibutuhkan termasuk dari dinas terkait, kata Denny lagi. “Beberapa permasalahan perizinan sudah menjadi isu lama. Namun pengusaha kerap tak berani mengungkapkannya. Kita sebenarnya sering mendengar ada keluhan tapi tak disampaikan terbuka,” kata dia.

Ketua PHRI Sumut ini berharap kalaupun ada perubahan aturan atau aturan baru harus dengan sosialisasi maksimal. “Kalau belum tersosialisasi baiknya diberikan pembinaan. Pembinaan dari dinas terkait itu perlu. Jangan langsung sanksi.”

“Ada teguran pertama, kedua, ketiga seperti itu. Kalau memang pengusaha tidak patuh kita pun mendukung dikenakan sanksi. Tapi harus ada pembinaan dulu agar iklim usaha kondusif,” kata dia.

Jadi PHRI Sumut kali ini menggandeng KPK dalam FGD saat Rakerda nanti sekaligus menjembatani apa yang dirasakan pebisnis hotel dan restoran dengan berbagai aturan pada beberapa dinas. “Harapan kita memang ketika KPK hadir, perwakilan instansi yang banyak menerapkan aturan dan perizinan ke perhotelan harusnya ikut di forum tersebut,” kata dia.

Sekretaris PHRI Sumut Dewi Juita Purba yang ikut mendampingi ketua saat memberikan keterangan menambahkan bahwa saat ini perizinan juga sudah berbasis risiko dengan peraturan turunan yang berlaku.

“Kita di PHRI mengharapkan setiap anggota yang mengurus masalah legal dapat mempelajari dengan baik tiap undang-undang terbaru dan lampirannya,” kata dia.

Sebenarnya aturan yang diberlakukan, menurut Dewi Juita Purba, bukan tumpang tindih. “Tapi ada beberapa aturan yang khusus ditujukan ke pengusaha hotel dan masing- masing aturan ada peruntukannya. Sehingga kita harapkan para member faham.”

Dewi Juita Purba yang selalu terlibat aktif di berbagai kegiatan sosialisasi regulasi menambahkan jika ada aturan yang kemudian menjadi peluang memberatkan atau malah pengusaha merasa dibebani bisa menyampaikan keluhan-keluhannya.

“Intinya kita semua harus melihat tiap aturan secara detil. Tidak boleh ada peluang muncul dari aturan yang ditetapkan lalu menyimpang dan sasarannya adalah member kita. Kita pasti akan membela dan mengadvokasi member yang mengeluhkan aturan jika diketahui memberatkan,” tegasnya. Bahkan di beberapa kesempatan sepanjang kepengurusan mereka, ada beberapa izin yang dikeluhkan member langsung diteruskan langsung dengan pihak terkait untuk didiskusikan dan pengusahanya diadvokasi.

Hal senada disampaikan Ketua Komite Advokasi Daerah (KAD) Anti Korupsi Sumut Santri Azhar Sinaga. “Kita faham jika pengusaha sering tak berani mengungkapkan keluhannya terkait regulasi.”

Dia mengatakan KAD Sumut bersama PHRI di gelaran Rakerda telah berkordinasi dengan Anti Korupsi Badan Usaha yang disahkan 2021 di KPK RI. Tentu, menurutnya, ini akan memberi kesempatan kepada pengusaha mengadukan permasalahannya.

Santri Sinaga mengaku khawatir jika regulasi menekan pengusaha. “Yang muncul nanti malah ketidakpastian hukum. Padahal kita harus tahu bahwa ketika investor menanamkan uangnya untuk bisnis dia punya kalkulasi kapan akan menghasilkan.”

Lalu hanya karena regulasi atau aturan yang tidak sejalur dari atas sampai bawah akan menjadi ancaman bagi invetor, kata dia. “Ujungnya bisa saja orang menjauhi Sumut sebagai tempat yang layak menginvestasikan uang. Bahkan problem itu juga yang membuat lambatnya  proses pembangunan di daerah-daerah wisata Sumut padahal kita ini merupakan salah satu dari 10 daerah prioritas,” tegasnya.(arn/rel)