MEDAN, kaldera.id – Kabut asap kiriman di wilayah Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Provinsi Sumatera Utara masih dalam batas toleransi.
Meskipun begitu, kabut asap kiriman dari provinsi tetangga itu sangat terlihat jelas dalam beberapa pekan ini menyelimuti wilayah Madina.
Meskipun kondisinya belum mengganggu jarak pandang dan kesehatan secara massif, kabut asap tipis itu terlihat jelas menyelimuti pegunungan di wilayah Madina.
“Kabut asap kiriman yang menyelimuti kabupaten Madina masih dalam kondisi batas toleransi, namun apabila ada perkembangan selanjutnya terkait dampak buruk dari asap kiriman ini akan segera kita beritahukan kepada masyarakat,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Madina Mukhsin Nasution didampingi Kepala Bidang Kedaruratan Nazaruddin Habib, Senin (9/10).
Dia menyebut, akibat dampak El Nino saat ini sejumlah provinsi di Indonesia menjadi titik rawan terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) hari ini, di Madina sendiri ada dua titik panas (hotspot) yang terpantau. Kedua titik panas itu berada di Kecamatan Natal.
Titik panas ini merupakan hasil pantauan Satelit Terra, Aqua, Suomi NPP dan NOAA20 pada Minggu (8/10). Kedua hotspot itu memiliki tingkat kepercayaan sedang.
Atas perkembangan kondisi cuaca saat ini, BPBD mengimbau masyarakat agar jangan membakar sembarangan ataupun membuka lahan perkebunan dengan cara membakar.
Apalagi, Madina sendiri memiliki sejumlah daerah rawan dengan kebakaran hutan dan lahan yakni di wilayah Pantai Barat Madina, seperti Kecamatan Muara Batang Gadis, Batahan, Sinunukan dan Kecamatan Natal.
“Sebagai langkah mitigasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan ini, Pusdalop Penanggulangan Bencana BPBD Madina senantiasa melakukan koordinasi dengan seluruh kecamatan terkait perkembangan yang ada didaerah masing-masing dalam musim kemarau ini,” ungkap dia.
Selain itu, masyarakat juga diimbau untuk tidak sembarangan membuang puntung rokok di areal hutan/lahan khususnya lahan gambut kering yang mudah terbakar,” jelasnya.
Lebih lanjut disampaikan, awalnya puncak El Nino ini diprediksi terjadi pada September. Namun, berdasarkan data satelit terkini yang langsung disampaikan Kepala BMKG Pusat dalam siaran Persnya menyatakan bahwa puncak El Nino diprediksi terjadi pada Oktober 2023.
El Nino merupakan suatu fenomena di mana suhu permukaan laut (SST) di Samudera Pasifik mengalami peningkatan di atas kondisi normal.
“Jadi menurut informasi yang kita dapat, El Nino masih akan berlangsung dan diprediksi berlanjut sampai akhir tahun dan melemah di bulan Februari dan berakhir di bulan Maret 2023,” ujarnya. (antara)