Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyebut, penyebaran hoaks terkait Pemilu di internet meningkat menjelang pelaksanaan pemilu pada 2024 mendatang. Facebook menjadi media sosial paling banyak tempat menyebarkan hoaks.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyebut, penyebaran hoaks terkait Pemilu di internet meningkat menjelang pelaksanaan pemilu pada 2024 mendatang. Facebook menjadi media sosial paling banyak tempat menyebarkan hoaks.

 

MEDAN, kaldera.id – Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyebut, penyebaran hoaks terkait Pemilu di internet meningkat menjelang pelaksanaan pemilu pada 2024 mendatang. Facebook menjadi media sosial paling banyak tempat menyebarkan hoaks.

“Mengingat agenda pemilu semakin dekat, tadi lewat KPU sudah tinggal 109 hari lagi. Saya ingin menyampaikan bahwa kita harus bersiap merespons penyebaran hoaks terkait pemilu yang belakangan ini meningkat penyebarannya,” ujar Budi di Jakarta, Jumat (27/10/2023).

Kominfo menemukan sepanjang tahun 2022, terdapat 10 isu terkait pemilu, namun tahun 2023, hoaks terkait pemilu meningkat drastis.

“Kominfo mencatat sepanjang tahun 2022 hanya terdapat 10 hoaks pemilu. Namun, sepanjang Januari 2023 hingga 26 Oktober 2023 terdapat 98 isu hoaks pemilu. Berarti terjadi peningkatan hampir 10 kali lipat isu hoaks dibanding tahun lalu,” tuturnya.

Menkominfo juga menyebut terjadi fluktuatif penyebaran hoaks pemilu dari Juni, menurun di September, dan meningkat lagi pada Oktober 2023.

Media sosial menjadi platform tempat penyebaran hoaks dan disinformasi tersebut. Facebook menjadi medsos paling banyak penyebaran hoaks terkait pemilu.

“Catatan kami menunjukkan penyebaran hoax dan disinformasi terkait pemilu paling banyak ditemukan platform Facebook yang dimiliki oleh Meta. Saat ini, kami sudah mengajukan takedown 454 konten kepada konten kepada Meta,” jelasnya.

Menkominfo mengungkapkan, hoaks pemilu harus menjadi kekhawatiran bersama karena dampak hoaks tidak hanya menurunkan kualitas demokrasi tapi juga berpotensi memecah belah persatuan bangsa.

“Akibatnya, pemilu yang seharusnya menjadi pesta demokrasi dapat terkikis integritasnya, serta menimbulkan ketidakpercayaan antarwarga bangsa,” pungkasnya. (det)