Demi Ciptakan Suasana Belajar Nyaman, UGM Akan Larang Dosen Killer Berada di Lingkungan Kampus

Universitas Gadjah Mada (UGM)
Universitas Gadjah Mada (UGM)

 

MEDAN, kaldera.id – Universitas Gadjah Mada (UGM) akan melarang dosen keras atau dikenal dengan sebutan ‘dosen killer’ berada di lingkungan kampus. Langkah ini diambil menyikapi isu kesehatan mental mahasiswa dan menciptakan suasana belajar yang nyaman tanpa ada kekerasan baik fisik maupun psikis.

“Kita sedang membuat gerakan untuk kampus yang aman nyaman inklusif, ramah dan bertanggung jawab secara sosial dan yang (kita buat) salah satunya kita membuat relasi yang menyenangkan antara dosen dengan mahasiswa,” kata Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM, Prof Wening Udasmoro, saat dihubungi wartawan, Senin (31/10/2023).

UGM, kata Prof Wening, ingin menghapus kekerasan verbal, kekerasan psikologis apalagi kekerasan fisik, maupun kekerasan mental kepada mahasiswa. Termasuk juga kekerasan seksual.

“Jadi kita ingin membuat barikade-barikade agar tidak ada lagi kekerasan intinya di UGM,” ucapnya.

Prof Wening melanjutkan, definisi dosen killer yaitu dosen yang menggunakan kekerasan baik verbal maupun psikologis kepada mahasiswa. Padahal, menurutnya mendidik mahasiswa tak perlu melulu menggunakan cara-cara yang keras.

Menurutnya, kehadiran dosen killer di lingkungan kampus sudah tidak relevan lagi di era sekarang. “Sangat tidak relevan, karena untuk apa gitu (dosen killer). Karena pada dasarnya kan kalau hanya, kita kan di perguruan tinggi mengajarkan value,” tegasnya.

“Kita semua tahu to, dosen yang selalu menggunakan kekerasan verbal, kekerasan psikologis, ya bentuk-bentuk kekerasanlah yang tidak perlu digunakan kepada mahasiswa. Memberitahu mahasiswa kan tidak perlu dengan kekerasan verbal, psikologis,” bebernya.

Oleh karena itu, pihak kampus saat ini sedang menyusun aturan yang mencakup bagaimana relasi antara dosen dengan mahasiswa. Meski demikian, dari pimpinan kampus telah melakukan sosialisasi terkait larangan dosen killer ke fakultas-fakultas.

“Ini sedang dalam proses. Jadi ini sebetulnya praticaly sudah mulai mempromosikan anti kekerasan lewat pimpinan-pimpinan di fakultas. Nah sekarang SOP ini sedang dalam proses pembuatan,” katanya.

“Kita mau bikin SOP ada standar operasional prosedur ya untuk bagaimana relasi yang aman, nyaman, antara dosen mahasiswa, antara sesama mahasiswa kemudian antara orang tua dan anaknya yang sekolah di UGM,” sambungnya.

Menurut Prof Wening, aturan ini juga sebagai salah satu langkah mitigasi untuk melindungi generasi muda dari persoalan kesehatan mental. Dia berharap kebijakan UGM ini nantinya bisa menginspirasi kampus lain untuk menerapkan hal serupa.

“Intinya kita mengapa kita melakukan itu? Kita ingin melindungi generasi muda kita dari persoalan-persoalan kesehatan mental. Jangan sampai nanti kita 2045 katanya Indonesia menjadi negara terkaya keempat di dunia tetapi banyak yang tidak bisa menikmati karena mengalami persoalan dengan kesehatan mental,” pungkasnya. (det)