MEDAN, kaldera.id – Ketua Kadin Sumatera Utara Firsal Dida Mutyara menyampaikan sudah bertemu dengan para wakil ketua dan pengurus Kadin Sumut untuk ikut merumuskan antisipasi gejolak pangan yang terus terjadi. “Kita ingin sektor pangan lokal diberdayakan. Mengurangi impor dan menekan pasokan dari provinsi lain,” katanya.
Hal itu disampaikannya di kantor Kadin Sumatera Utara. Dia didampingi Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Peningkatan Kualitas Manusia Ristek dan Inovasi Isfan F Fachruddin.
Keduanya berbicara kepada media, kemarin, karena sebelumnya Ketua Kadin Sumut melakukan rapat evaluasi dengan para wakil ketua umum.
Firsal Dida Mutyara mengemukakan setelah melakukan rapat evaluasi dan koordinasi dengan para wakil ketua Kadin Sumut baru-baru ini diketahui bahwa persoalan yang muncul masih berkisar pada ekonomi dan tenaga kerja. “Tapi yang paling utama adalah masalah pangan,” jelasnya.
Dida yang didampingi Isfan Fachruddin menyatakan persoalan pangan ini menyangkut semua hal. “Karena pangan kita sekarang mayoritasnya sudah impor. Kita impor dari negara lain atau didatangkan dari daerah di luar Sumut,” kata dia.
“Saya sampaikan agar kawan-kawan di Kadin bisa lebih fokus pada food security ke depan. Termasuk potensi bisnis sektor ini di masa datang agar bisa diantisipasi sehingga harganya tidak fluktuatif,” kata Dida.
Ketika ditanya apakah ada di antara pengurus Kadin yang ikut berbisnis di sektor pangan? Dia menjawab sebagian ada. “Mereka berbisnis baik secara langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan pangan,” tuturnya.
Firsal Dida Mutyara mengingatkan menstabilkan harga pangan ini penting. “Mengingat efeknya langsung ke inflasi. Di pengurus kita ada yang ikut berbisnis sektor pangan baik itu di hulu maupun ritelnya. Kita fokus mengingatkan ini karena imbasnya besar. Efeknya akan kemana-mana kalau pangan bergejolak,” tuturnya.
Untuk menjaga pasok pangan ini pun harus didukung produksi yang berkesinambungan dengan menyediakan pupuk, pestisida, bibit yang baik serta terjangkau oleh petani, katanya.
“Kenaikan harga pangan akan mendorong kenaikan biaya. Di sisi lain pasar produk industri masih lesu. Ujungnya nanti pekerja juga akan minta naik gaji. Ditambah pelemahan nilai tukar dengan nilai uang kita yang makin tak berharga efeknya akan merambat kemana-mana,” kata dia.
“Kita itu masih impor beras, masih impor bahan bakar. Dolar AS sekarang sudah tembus Rp16.000. Ini pasti akan mengimbas para pekerja kita. Tuntutannya jika biaya hidup makin mahal ya pasti minta naik gaji. Pasti efek ikutannya akan sulit diantisipasi,” kata dia.
Menurut Firsal, kenaikan harga bahan bakar pun sepertinya tak akan bisa dibendung pemerintah. “Saya kira pemerinah hanya mampu menahan harga sampai Juli. Setelahnya akan naik, karena efek perang dan krisis Timur Tengah,” jelasnya.
Hal senada dikuatkan Isfan Fachruddin. Wakil ketua Kadin Sumut ini menganalisis kondisi kecukupan pangan perlu perhatian serius. “Harga beras di luar sudah tinggi. Sekarang kalau kita lihat beras SPHP yang diimpor itu sekira Ro5.500 di luar negeri. Tapi kemudian setelah masuk Indonesia kemasannya diganti lalu dijual Rp15.000,” tuturnya.
“Nah dengan harga yang sebenarnya dijual Bulog di pasar tak berbeda jauh selisihnya dengan yang diproduksi petani kita. Padahal mungkin SPHP yang kita impor itu sudah dipanen di negara asalnya setahun lalu. Tapi mereka tekan harganya sampai kita beli. Sebab kita butuh karena stok dalam negeri kurang,” tuturnya.
Menurut Isfan, negara-negara penghasil beras impor seperti India, serta Vietnam menekan harga namun karena kebutuhan dalam negeri kurang tetap diimpor pemerintah. “Sementara petani lokal tidak kita perhatikan. Pemerintah tidak membelanjakan budgetnya membeli beras petani kita. Lama-lama mereka tak mau menanam lagi. Karena setelah panen tidak mungkin juga petani menjualnya lima ribu perak atau setara harga jual beras Bulog,” ujarnya.
Seharusnya pemerintah menjaga kontinuitas produksi lokal, sambung Isfan. “Baru-baru ini kita ke Serdang Bedagai disambut bupatinya. Nah di sana walaupun harga jualnya tinggi namun produksinya tetap laku. Kenapa? Itu karena pemerintah hadir di tengah petani. Belum lagi kalau kita lihat Sulawesi dan Aceh yang punya produksi bagus. Saya kira kita malah harus membeli produk lokal dengan intervensi pemerintah daripada belaja di luar karena dengan impor akan mahal plus menanggung biaya transportasi,” jelas Isfan Fachruddin.
Dia menyarankan agar pemerintah turut hadir dalam menjaga produksi pangan mulai dari hulu sampai hilir. Tak saja beras, tapi juga gula misalnya agar negara ini tak lagi terbiasa belanja di luar.
“Harapan kita besar kepada pemerintah mendatang. Karena akan ada Menko Pangan. Berbeda dengan nomenkelatur sebelumnya karena yang ada hanya Menteri Perdagangan. Menteri Perdagangan ini ya tugasnya berdagang. Ketika stok di dalam negeri kurang, tinggal beli dari luar. Kalau Menko Pangan saya kira akan fokus pada bagaimana penguatan pangan di dalam negeri,” sambungnya.
Selain berbicara tentang kebijakan pangan ini Ketua Kadin Sumut Firsal Dida Mutyara dan WKU Koordinator Bidang Peningkatan Kualitas Manusia Ristek dan Inovasi Isfan F Fachruddin membahas banyak hal. Termasuk misalnya soal minyak goreng merah yang harusnya bisa diminati masyarakat, kata Isfan. “Jangan nanti di produksi tapi tidak ada yang beli. Padahal tujuannya juga untuk menyangga stok pangan di dalam negeri.”
Di bagian lain, keduanya juga menyinggung tentang peran teknologi di berbagai industri, perkembangan vokasi, kurs rupiah dan realisasi investasi di Sumut.