Site icon Kaldera.id

Dicoret Dari Negara Berkembang, Menkeu Yakin Ekspor Aman

Menteri Keuangan Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani

JAKARTA, kaldera.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut pencoretan Indonesia dari daftar negara berkembang yang dilakukan oleh Presiden AS Donald Trump tak akan berpengaruh banyak terhadap perdagangan dan ekspor Indonesia.

Alasannya, kata Sri Mulyani,  selama ini hanya 5 sektor komoditas Indonesia saja yang tidak dikenai bea masuk impor atau countervailing duty (CVD) oleh AS dari status Indonesia sebagai negara berkembang.

“Sebenarnya kalau dilihat dari pengumuman AS itu lebih ke countervailing duty (CVD) dan itu sangat spesifik. Selama ini di Indonesia hanya 5 sektor komoditas yang menikmati (bebas CVD). Jadi sebetulnya tidak terlalu besar pengaruhnya ke Indonesia,” katanya, Senin (24/02/2020).

Untuk diketahui, CVD adalah bea masuk impor tambahan yang dikenakan kepada produk impor yang menikmati manfaat seperti subsidi ekspor dan konsesi pajak. Kebijakan CVD biasanya dikeluarkan untuk memastikan harga yang adil untuk melindungi industri domestik negara tujuan impor.

Dia menyebut Indonesia sebagai negara berpendapat menengah sudah seharusnya tidak boleh senang dengan fasilitas tersebut. Ia mengatakan Indonesia harusnya meningkatkan daya saing sehingga pencabutan tak seharusnya menciptakan ketakutan berlebihan.

“Indonesia kan selama ini sudah masuk sebagai negara berpendapat menengah jadi ya memang harus terus meningkatkan competitiveness (daya saing),” katanya.

Sebagai informasi, AS mencabut status negara berkembang Indonesia di WTO. Pencabutan status ini berpotensi membuat RI kehilangan fasilitas perdagangan ekspor dan impor yang umumnya diterima oleh negara-negara berkembang dari AS, termasuk yang berbentuk penguranga bea masuk atau Generalized System of Preferences (GSP).

Namun Sri Mulyani memastikan AS belum mencabut fasilitas GSP untuk Indonesia sampai saat ini. Selama peninjauan tersebut dilakukan, dia mengatakan pemerintah tengah mengusahakan penghapusan GSP tak diberlakukan.

Untuk diketahui, GSP atau fasilitas pengurangan insentif tarif preferensial umum adalah fasilitas bea masuk impor terhadap produk ekspor negara penerima yang diberikan oleh negara maju demi membantu ekonomi negara berkembang. (cnn/finta)

Exit mobile version