Anak Medan Korban Penculikan Tahun 2001: Dijual ke Malaysia, Pulang dengan Sejuta Perih tak Terkisahkan

AH dan anak-anaknya berpose bersama Nasriati dari KKSP, saat tiba di Bandara Internasional Kualanamu, 31 Desember 2020. Kini AH sudah kembali pada keluarganya di Medan setelah diculik dan dijual ke Malaysia pada 2001.(ist/kaldera)
AH dan anak-anaknya berpose bersama Nasriati dari KKSP, saat tiba di Bandara Internasional Kualanamu, 31 Desember 2020. Kini AH sudah kembali pada keluarganya di Medan setelah diculik dan dijual ke Malaysia pada 2001.(ist/kaldera)

MEDAN, kaldera.id -Kerja ikhlas sejumlah pihak di Indonesia dan Malaysia berhasil memulangkan AH, 33, warga Medan, ke tanah air, Kamis (31/12/2020). AH korban perdagangan manusia di usia 13 tahun, kembali menjejak tanah lahirnya setelah 20 tahun bertahan dari beragam siksaan.

Setelah 20 tahun dianggap hilang, AH tak lagi sendiri. Dia sekarang memiliki 5 anak. Anak-anak ini pula yang membuatnya berjuang hidup. Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) bersama banyak pihak di Malaysia, termasuk KBRI Kuala Lumpur saling bekerjasama agar KH bisa kembali ke Medan. Dan kini, AH berharap agar ia dan terutama anak-anaknya dapat hidup dalam kondisi yang lebih baik di negeri sendiri.

AH memiliki beragam pengalaman hidup, sebagai korban perdagangan manusia, yang tak layak untuk diceritakan. Dia pulang dengan sejuta cerita perih yang tak terkisahkan.

“Nasib tragis korban perdagangan orang (human trafficking) dialami AH warga Kelurahan Sei Sikambing, Medan Helvetia. Diculik orang yang tidak dikenalnya lalu dijual ke Malaysia pada usia 13 tahun, dan hingga saat ini pelaku belum diketahui,” kata perwakilan KKSP, Nasriati Muthalib, Sabtu (2/1/2021).

Diterangkannya, selama 20 tahun hidup di Malaysia, tanpa identitas dengan berbagai problema hidup. Di antaranya mendapatkan kekerasan seksual hingga menikah dengan laki-laki asal Malaysia dan bercerai setelah 7 tahun pernikahan. Kemudian AH hidup mandiri bersama kelima orang anak-anaknya tanpa identitas diri mereka.

“Berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dari hutan ke hutan dan terakhir ditemukan bergelandangan dengan anak-anaknya sebelum akhirnya ditemukan oleh seorang mualaf warga negara Malaysia di Maydin Meru Raya, Ipoh, Malaysia,” terangnya.

Ditangani sejak September 2020

Kasus ini mulai ditangani September 2020, melalui Kerjasama Helwa ABIM (Angkatan Belia Islam Malaysia) Sekretariat Perak yang diwakili Nurul Hana Mohammed Khairi bekerjasama dengan Yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) Medan yang diwakili Nasriati Muthalib.

Selanjutnya, tim melakukan Family Tracking Reunification (FTR) keluarga AH di Medan. Pada 6 November 2020 akhirnya jejak keluarga AH ditemukan di Jalan Sei Sekambing, Kecamatan Medan Helvetia. Melalui kerjasama imigrasi Malaysia dan juga Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang ada di Kuala Lumpur, AH beserta kelima anaknya di pulangkan ke Indonesia pada 31 Desember 2020 melalui Bandara Kuala Namu Medan dengan segala serangkaian prosedur protokol kesehatan dan keamanan negara.

“Harapannya semoga apapun bentuk perdagangan dan kekerasan seksual pada anak-anak dan perempuan harus diusut tuntas. Selanjutnya kami meminta kepada Negara dalam hal ini pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk melindungi dan memenuhi hak anak-anak AH dalam mendapatkan identitas, hak pendidikan dan hak anak lainnya,” kata Nasriati.(f rozi/finta rahyuni)