Jakarta, kaldera.id – Kampus-kampus di Indonesia sedang dalam keadaan darurat kekerasan seksual. Dari UNJ hingga Unri muncul laporan soal kasus mahasiswi dicabuli.
Salah satu kasus dugaan pencabulan itu datang dari Universitas Riau (Unri). Seorang Dekan FISIP Unri diduga mencabuli mahasiswinya.
Kasus dugaan pencabulan ini mencuat setelah video pengakuan seorang mahasiswi soal pelecehan seksual di kampus Unri viral. Mahasiswi itu mengaku menjadi korban pelecehan yang diduga dilakukan Dekan FISIP Unri Syafri Harto.
Wanita dengan wajah yang disamarkan itu mengaku mahasiswi Jurusan Hubungan Internasional angkatan 2018 yang sedang menjalani bimbingan skripsi. Dia mengaku mengalami pelecehan pada akhir Oktober lalu di lingkungan kampus.
Mahasiswi itu mengaku dicium Syafri saat bimbingan. Kasus ini telah dilaporkan ke polisi.
Polisi kemudian menetapkan Syafri Harto sebagai tersangka kasus ini. Syafri Harto dijerat Pasal 289 dan 294 ayat (2) KUHP.
Syafri Harto telah membantah tudungan tersebut. Dia kemudian melaporkan balik mahasiswi tersebut ke Polda Riau. Syafri Harto juga mengancam akan menuntut Rp 10 miliar.
Syafri belum ditahan polisi. Dia juga masih aktif sebagai dosen dan Dekan FISIP Unri.
Polisi melimpahkan berkas dugaan pencabulan Dekan FISIP Unri, Syafri Harto, ke Kejaksaan Tinggi Riau pada Kamis (25/11) lalu.
Kabid Humas Polda Riau menyebut penyidik telah memeriksa sekitar 20 saksi. Para saksi terdiri atas korban LM, Syafri Harto, staf Syafri Harto, dan saksi ahli.
“Saksi ada sekitar 20 orang. Ada saksi dari ahli bahasa, ahli pidana dan ahli psikologi. Setelah selesai semua baru diserahkan ke Kejaksaan kemarin,” katanya.
Namun, pihak kejaksaan mengembalikan berkas kasus dugaan cabul Dekan FISIP Universitas Riau (Unri), Syafri Harto, kepada kepolisian. Jaksa meminta polisi melengkapi berkas kasus tersebut.
“Iya (dikembalikan ke penyidik Polda Riau P-18). Karena belum lengkap,” terang Kasi Penerangan dan Hukum Kejaksaan Tinggi Riau, Marvel, Jumat (10/12).
Marvel mengatakan berkas kasus dugaan pencabulan dikembalikan kepada penyidik atau P-19 untuk dilengkapi sesuai petunjuk Jaksa.
UNSRI
Selanjutnya, ada pula kasus pelecehan terhadap mahasiswi di Universitas Sriwijaya (Unsri). Polisi resmi menahan dosen Reza Ghasarma sebagai tersangka kasus pelecehan mahasiswi Unsri. Reza terancam 12 tahun penjara.
“Ancaman maksimal 12 tahun penjara itu sudah sesuai dengan Undang-Undang tentang pornografi yang kita jerat ke tersangka,” tegas Dirreskrimum Polda Sumsel Kombes, Hisar Siallagan, dikonfirmasi detikcom, Jumat (10/12/2021).
Reza merupakan dosen pembimbing para korban. Dia diduga sengaja mengirimkan kata-kata via chat dengan bahasa-bahasa yang melecehkan korban.
“Di situ (UU) disebutkan konten pornografi berupa gambar, tulisan juga percakapan mengarah kepada pornografi, dan mahasiswi tersebut dijadikan sebagai objek pornografi. Terkait perannya yang sebagai tenaga pendidik biar di persidangan yang menentukan,” katanya.
Reza merupakan dosen pembimbing para korban. Dia diduga sengaja mengirimkan kata-kata via chat dengan bahasa-bahasa yang melecehkan korban.
“Di situ (UU) disebutkan konten pornografi berupa gambar, tulisan juga percakapan mengarah kepada pornografi, dan mahasiswi tersebut dijadikan sebagai objek pornografi. Terkait perannya yang sebagai tenaga pendidik biar di persidangan yang menentukan,” katanya.
“Kami sudah berkomunikasi dengan Telkom, kami sudah dapatkan alat bukti, bahwa nomor yang digunakan tersebut memang merupakan nomor milik tersangka,” jelas Hisar.
Polda Sumsel sebelumnya menetapkan Reza Ghasarma sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan mahasiswi lewat chat. Reza ditahan 20 hari ke depan.
“Iya, tersangka langsung ditahan 20 hari ke depan,” kata Hisar.
Reza dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan kesehatan lebih dulu. Setelah itu, Reza bakal dimasukkan ke sel tahanan. Polisi juga menyita sejumlah alat bukti. Antara lain tangkapan layar percakapan, tiga unit ponsel korban dan satu unit ponsel tersangka.
“Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 9 UU Pasal 9 UU No 44 2008 dan Pasal 35 UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 12 tahun,” jelasnya.
UNJ
Laporan serupa juga muncul dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ). UNJ tengah mengusut dugaan pelecehan seksual seorang dosen berinisial DA kepada mahasiswi. Diduga ada alumni UNJ yang juga pernah mengalami kejadian serupa.
“Jadi untuk kasus yang terjadi, ada beberapa mahasiswa dan alumni UNJ yang merasa menjadi korban sudah diadvokasi melalui BEM UNJ, dan BEM UNJ sudah menyampaikan ke pimpinan,” kata Kepala Divisi Media Humas UNJ Syaifudin, Rabu (8/12/2021).
Dia mengatakan dosen DA diduga melakukan pelecehan seksual dengan mengirimkan pesan teks berisi godaan kepada korban (sexting). Dugaan pelecehan ini ramai dibahas di media sosial (medsos) Twitter.
Dalam postingan yang beredar, ditampilkan beberapa percakapan via WhatsApp (WA) berisi godaan dari dosen kepada mahasiswi. UNJ akan meminta keterangan dari sejumlah pihak terkait dugaan kasus pelecehan seksual ini.
“Adapun jenis pelecehan seksual yang dilakukan oknum adalah jenis perilaku menggoda dalam pesan teks atau sexting,” ucap Syaifudin.
“Sebab, kasus ini sudah terjadi beberapa tahun lalu dan baru terungkap saat ini oleh para korban. Pihak UNJ sendiri mendalami dulu kasusnya dengan memanggil Dekan, Ketua Program Studi yang bersangkutan, dan oknum dosen untuk dimintai keterangan terkait kasus yang terjadi,” imbuhnya.
Pihak UNJ menyatakan berhati-hati mengusut kasus ini dengan menjalankan asas praduga tak bersalah. Jika nantinya kasus tersebut terbukti, UNJ akan memberi sanksi kepada dosen DA.
UNJ juga akan menyerahkan kasus kepada aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti kasus dugaan pelecehan seksual tersebut.
“Jika memang terbukti bersalah, oknum dosen akan diberi sanksi oleh UNJ sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah No 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS dan jika memang ada pihak yang dirugikan serta melanggar hukum pidana, kasus ini akan diserahkan ke pihak kepolisian sebagai lembaga yang berwenang,” ungkapnya.
Selain itu, UNJ akan membuat aturan dan satuan tugas (satgas) untuk menghapuskan kekerasan seksual di dalam kampus. Pimpinan UNJ menginstruksikan agar seluruh sivitas akademika UNJ menumbuhkan kehidupan kampus yang manusiawi, bermartabat, setara, inklusif, kolaboratif, serta tanpa kekerasan di antara mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga kampus di UNJ.
“Antisipasi kampus mengingat berbagai fenomena ini yang terjadi juga di beberapa perguruan tinggi di Indonesia, pihak UNJ segera mengesahkan Peraturan Rektor mengenai Kekerasan Seksual di UNJ dan membuat Satgas Antikekerasan Seksual di UNJ dan mengingatkan kepada seluruh Dekan dan Koorprodi di lingkungan UNJ agar memahami dan menjalankan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, dalam rangka menjaga moral dan marwah kampus sebagai lembaga pendidikan dan mencegah serta menangani berbagai tindakan kekerasan seksual,” ungkapnya.
UNSOED
Sementara itu, laporan kasus pelecehan seksual juga ada di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah. Pihak Unsoed angkat bicara soal dugaan pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ini. Pihak kampus mengaku sedang mengusut kasus tersebut.
“Saat ini kami sedang menindaklanjuti kasus ini dengan melakukan pendampingan bagi korban dan memastikan kondisi korban pulih secara psikologis, serta kami juga sedang menyelidiki lebih lanjut kejadiannya,” ujar Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unsoed, Kuat Puji Prayitno, dalam pesan tertulis yang diterima wartawan, Jumat (10/12/2021).
Jika semua data terkait fakta kejadian lengkap, lanjut Kuat, pihak universitas nantinya akan mengambil tindakan tegas dengan berpedoman pada Peraturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi.
“Kita bersama-sama menolak dan memerangi masalah kekerasan dan pelecehan seksual di kampus,” tutur Kuat.
Kampus telah langsung berkoordinasi dengan Unit Layanan Pengaduan dan Kekerasan (ULPK) Unsoed dan juga BEM Unsoed. Di mana dalam kasus ini baik pelaku maupun korbannya adalah mahasiswa.
Diberitakan sebelumnya, polemik kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan salah satu pengurus BEM Unsoed Purwokerto viral di media sosial. BEM Unsoed menyatakan sudah memecat pengurus yang terlibat dugaan pelecehan tersebut.
“BEM Unsoed telah menawarkan kepada korban untuk membawa kasus ini kepada lembaga yang lebih profesional, seperti Unit Layanan Pengaduan dan Kekerasan (ULPK) Unsoed melalui Kementerian Adkesma BEM Unsoed maupun konseling dengan psikolog. Namun, korban sama sekali tidak menginginkan kasus ini dibawa ke pihak manapun atau semakin menyebar luas, sehingga BEM Unsoed tetap menghargai dan mengutamakan perspektif korban,” tulisnya.
Fakhrul juga menjelaskan alasan awal pihaknya tidak membuat rilis maupun publikasi yakni karena untuk melindungi korban. Menurutnya, korban meminta pelaku dikeluarkan dari BEM Unsoed dan tidak menghubungi korban lagi.
“Namun, karena kasusnya menjadi perbincangan publik melalui akun Twitter @Unsoedfess1963, kondisi psikologis dan hak privasi korban kembali terganggu. Sampai akhirnya rilis resmi ini dikeluarkan dengan tujuan agar semua pihak tidak terus mengungkit kasus ini sebagai bentuk dukungan kita kepada korban,” ujarnya. (detik)