Asrama Haji Medan. (ist)
Asrama Haji Medan. (ist)

Oleh: Fakhrur Rozi

Bagi warga Medan, Sumatera Utara, Asrama Haji Medan adalah satu ikon kebanggaan. Sejarah banyak keluarga di kota ini, dimulai dari sana. Sebab, Asrama Haji Medan punya banyak gedung aula yang disewakan bagi para calon pengantin.

Kami ingin bercerita tentang Asrama Haji Medan dari sisi orang kondangan/undangan. Cerita kenapa? Bagaimana sebaiknya? Sebagai masukan kalau dibutuhkan. Jika tidak pun, ya tidak masalah. Jangan pula kalian jadi marah. Begini ceritanya.

Pada Minggu (8/3/2020), siang, kami menjadi salah satu entitas yang menghadiri resepsi pernikahan (kondangan) di Asrama Haji. Sejak di Jalan Jenderal AH Nasution, tarikan kemacetan sudah terjadi. Saat makin dekat ke gerbang Asrama Haji Medan, benar saja antrean kendaraan roda empat memang terjadi di sana. Petugas setempat lalu bertanya, kami ke resepsi siapa. Lalu diarahkan ke kanan posisi Gedung Madinatul Hujjaj.

Rupanya hari itu, gedung aula di Asrama Haji yang biasa disewakan untuk acara pernikahan, penuh. Selain Madinatul Hujjaj ada gedung Quba dan Jabal Nur juga terisi. Dengan kondisi semua gedung terisi, dapatlah dimaklumkan, sebab macet di pintu gerbang.

Parkir dan Lalu Lintas agak Semrawut

Masuk ke dalam kompleks Asrama Haji, tak tampak petugas yang mengatur. Kendaraan parkir berjejer dan membuat Asrama Haji sangat padat. Sampai di depan Koperasi Asrama Haji, barulah kelihatan seorang petugas yang mengarahkan kami untuk parkir.

Saat kami pulang, alur keluar masuk di kompleks Asrama Haji Medan, punya masalah. Kemarin, jalur keluar di sisi kiri Gedung Madinatul Hujjaj yang biasanya bisa dilewati, tertutup oleh tumpukan galian yang belum dibersihkan. Mungkin karena pekerjaannya belum selesai. Tanpa ada petugas yang berjaga di sana, jadilah sejumlah kendaraan kecele dan harus mundur cari jalur lain. Setelahnya, kami berjumpa petugas yang sama saat kami masuk dan mengarahkan memutar ke sisi kanan kompleks Asrama Haji Medan atau melewati gedung Jabal Nur.

Dari sini rupanya, gerbang yang ada di jalur gedung Jabal Nur tertutup. Semua kendaraan tetap diarahkan ke gerbang utama menuju pintu keluar yang ada di hadapan gedung Madinatul Hujjaj. Kondisi parkir dan lalu lintas Asrama Haji Medan kemarin benar-benar menambah panas hari yang sudah terik.

Menariknya, sepanjang kami mencari jalan keluar Asrama Haji Medan itu kami hanya berinteraksi dengan 3 petugas. Satu petugas kartu parkir di gerbang masuk utama, dan dia 2 kali kami temui. Satu petugas parkir di tengah kompleks, ini juga 2 kali kami sapa. Satu lagi petugas di pintu keluar tempat mengembalikan kartu parkir dan memberikan uang parkir. Padahal, kendaraan di dalam Asrama Haji Medan saat itu mungkin, ada ribuan.

Fasilitas 4.0, Pengelolaan 1.0…?

Untuk urusan gedung pernikahan, Asrama Haji Medan kini punya fasilitas representatif bahkan dapat disebut mewah. Ada gedung Madinatul Hujjaj yang berkali-kali direnovasi atau Gedung Jabal Nur yang sudah berubah besar menjulang tinggi. Hanya gedung Quba, di bagian belakang kompleks Asrama Haji yang belum berubah sejak 2010, saat kami juga menggelar resepsi di sana.

Selain gedung aula itu, Asrama Haji Medan juga punya hotel yang dapat disewa. Bentuk luarnya sudah sangat modern. Bahkan, setahu kami masyarakat dapat memesan hotel itu lewat aplikasi android, agak kompatibel dengan Revolusi Industri 4.0. Artinya, masyarakat secara luas, dapat memanfaatkan fasilitas di Asrama Haji Medan.

Tapi, melihat situasi Asrama Haji Medan kemarin, meski tidak bisa mewakili gambaran utuh, kami perlu bertanya tentang pengelolaannya. Fasilitas yang 4.0, kesan yang muncul fasilitas itu dikelola secara 1.0. Pertama, sebagai contoh, soal parkir dan pengaturan lalu lintas. Pada situasi 3 gedung aula disewakan untuk resepsi pernikahan, mestinya dapat diprediksi potensi orang dan kendaraan yang hadir secara fisik di sana. Dengan prediksi itu, tentu petugas juga disiapkan di semua jalur dan kantung parkir yang ada. Petugas diperbanyak untuk membuat tertib parkir dan alur keluar masuk kendaraan tentunya.

Kedua, dengan kondisi Asrama Haji Medan yang masih melakukan perbaikan atau renovasi fisik, atau dengan kata lain pekerjaan di sana tak siap-siap, maka pengelola Asrama Haji Medan hendaknya dapat lebih bijaksana. Misalnya, mengerem penggunaan semua gedung yang dapat disewa secara bersamaan. Sehingga, situasi semrawut bisa dihindari. Belum lagi kita cerita-cerita soal kontribusi pendapatan negara dari Asrama Haji Medan. Atau peruntukkan Asrama Haji Medan di luar musim haji.

Sebagai penutup, mesti pula dipahami, areal Asrama Haji Medan sudah dicap masyarakat sebagai salah satu ikon wisata kota yang ada di Medan. Di sana ada replika Ka’bah, dan replika situasi Tanah Suci Mekkah lainnya. Ia nya sama dengan kawasan areal Masjid Raya Medan dengan Taman Sri Deli dan Istana Maimun-nya.(*)

Penulis adalah warga Medan yang sering kondangan ke Asrama Haji Medan