Armin Nasution
Armin Nasution

 

Oleh Armin Nasution

MEDAN, kaldera.id – SAMBIL menyiapkan naskah tulisan ini saya terkenang-kenang dengan kebaikan Panusunan Pasaribu (alm). Mantan Bupati Tapanuli Tengah, birokrat sejati dan tokoh masyarakat berpengaruh.

Panusunan Pasaribu ini anak kedua dari tujuh bersaudara merupakan pasangan H. Hasan Pinayungan Pasaribu dan Hj Alimah Pakpahan. Abangnya Bomer Pasaribu sebenarnya secara karir jauh lebih menasional. Karena pernah menjadi menteri tenaga kerja dan pernah juga sebagai Duta Besar untuk Denmark dan Lithuania. Dengan Bomer, saya hanya beberapa kali bertemu di rumah Panusunan Pasaribu dan sempat diskusi di 2013.

Di bawah Panusunan ada Ibrahim Pasaribu (alm) yang berkarir di Baker Indonesia, kemudian Syahrul Pasaribu, senior Golkar Sumut dan mantan bupati Tapsel. Dibawahnya Hj Lisliwati Pasaribu, ini berkarir sebagai PNS di Padangsidimpuan biasa kami panggil Kak Lis , setelahnya ada Gus Irawan Pasaribu, dirut Bank Sumut tiga periode, anggota DPR RI terpilih tiga periode kemudian paling bungsu Jon Sujani Pasaribu, meniti karir di BNI Syariah hingga level pimpinan divisi di Bank Syariah Indonesia.

Semua sosok ini saya kenal, dekat dan sering komunikasi. Tapi tentu yang paling sering berinteraksi adalah dengan Panusunan, Gus Irawan dan dulu dengan Syahrul Pasaribu. Tapi dengan Syahrul ini lama-lama komunikasi kami terbatas entah apa salahnya, mungkin saat itu dia sibuk betul jadi bupati.

Lalu kenapa saya mengenang kebaikan Panusunan Pasaribu? Ada banyak cerita yang membuat saya sangat respek. Pertama dia adalah teman dekat ayah saya Syarifuddin Nasution (alm) sejak jadi wartawan di Harian Waspada. Asal ketemu dengan Panusunan setelah dia pensiun selalu bertanya kabar ayah. “Bagaimana ayahmu men? Sehat? Dulu bisa pula kami ketemu di hutan-hutan perbatasan Tapsel dan Taput hanya untuk silaturrahmi. Ayahmu datang naik kereta, aku naik mobil dari Taput zaman bupati,” katanya bercerita.

Kedua, Panusunan ini sangat care (perhatian). Kami bisa bicara berjam-jam hanya untuk membahas sesuatu. Pernah suatu ketika di 2012 , hari Minggu, saya baru turun dari pesawat di Polonia sepulang dari Tapsel lalu langsung masuk kantor di Harian Waspada. Nahas, kaca mobil saya dipecahkan dan semua isi diambil termasuk laptop, ipad, dan blackberry.

Tahu siapa yang pertama menghubungi? Ya Panusunan Pasaribu. Senin pagi tiba-tiba telepon masuk darinya. “Men dimana kau? Ada musibah ya? Tapi kau gak apa-apa kan? Ini aku datang ke kantormu. Cepat kau turun nanti ya,” katanya sigap.

Begitu sampai di kantor dia menyalami dan menyerahkan uang dalam amplop. “Cuma ini yang bisa kubantu. Jangan kau lihat jumlahnya. Kalau masih kurang untuk mengganti yang hilang itu kau hubungi si Gus,” katanya menyebut nama Gus Irawan.

Dan tahu tidak? Dari uang yang dikasinya sudah bisa sebenarnya membelikan laptop baru. Hanya saja peristiwa itu diceritakannya juga ke Bang Gus Irawan. Dua hari kemudian Gus Irawan telepon. “Kau ada masalah pun diam-diam saja. Sudah besok ke kantor kau ambil macbook ada kusiapkan,” katanya.

Artinya pastilah Panusunan Pasaribu sudah menghubungi Gus Irawan tentang peristiwa itu. Lain hari dia akan mengajak minum kopi sambil bercerita banyak hal. Apalagi saban pagi kami biasa di kolam renang Graha Helvetia selalu sama mulai jam 06.00 hingga pk.09.00. Semua pasti akan diceritakannya. Termasuk misalnya ketika pemilihan walikota Sidimpuan periode lalu. Salah satu calon memang didukung oleh keluarga Pasaribu ini walau hasilnya kurang menggembirakan. “Sudah kubilang jangan tanggung-tanggung kalau bertarung, tapi tahu lah calon kita itu sepertinya berharap ke kami saja,” katanya suatu ketika sehabis berenang.

Panusunan Pasaribu sering bercerita juga soal keputusan-keputusan keluarga. Di keluarga Pasaribu ini semua keputusan solid dan tidak boleh saling bertentangan. “Ayah kami wasiatnya begitu. Tidak boleh ada silang sengketa dan pendapat dalam memutuskan sesuatu. Kalian harus kompak tidak boleh saling menyalahkan, jaga nilai persaudaran,” kata Panusunan menirukan H Hasan Pinayungan.

Maka ketika Gus Irawan mencalon jadi Gubsu 2013, atau saat Syahrul M Pasaribu bertarung di Pilkada Tapsel semua support keluarga. Mulai dari Bomer Pasaribu sampai Jon Sujani menyepakati langkah itu.

Yang lucu ketika misalnya periode Syahrul Pasaribu berakhir di Tapsel. Lalu keluarga memutuskan yang maju adalah Dolly Pasaribu untuk melanjutkan periode pemerintahan. Apa yang disampaikan Panusunan kepada Gus Irawan, Syahrul dan Jon Sujani.

“Kalian kan tahu aku sudah pensiun. Jangan lah aku lagi kalian harap untuk bertempur di Medan perang ini. Kaulah Syahrul sama Gus, kalian bantulah si Dolly,” katanya. Sampai kemudian Dolly Pasaribu terpilih jadi bupati dengan support uwak dan udak-udaknya (adik bapaknya). Saat itu majulah Dolly layaknya ‘pengantin’. Semua disiapkan, sampai Syahrul M Pasaribu pun habis-habisan mengerahkan semua kemampuannya.

Begitu juga Gus Irawan Pasaribu yang memang anggota DPR RI dapil Sumut dua meliputi Tapanuli Selatan dan sekitarnya. Akhirnya Dolly memenangkan pertarungan. Dolly Pasaribu kemudian berkuasa sampai hari ini. Layaknya kepala daerah, pastilah dia punya style sendiri.

Walau kemudian sampai sekarang kita tidak pernah mendengar siapa wakil bupati Tapsel, kawannya sepaket waktu mencalon dulu. One man show terjadi di periode kepemimpinannya. Beruntung wakil bupati Tapsel tidak mau berpolemik, dibiarkannya saja Dolly Pasaribu bertindak dan berjalan sendiri-sendiri.

Tapi di ujung periode Dolly Pasaribu ini muncul banyak pertanyaan dan nada miring soal kepemimpinannya di Tapsel. Apa cerita? Adalah rencana Gus Irawan Pasaribu, anggota DPR RI yang merupakan udak kandung Dolly atau adik bapaknya akan maju di Pilkada Tapsel.

Segenting itukah suasananya sampai kemudian Gus Irawan harus turun tangan? Sejujurnya saya tahu persis cerita yang melatarbelakangi ini. Ada intrik apa Dolly dengan udak-udaknya sehingga sampai Gus Irawan harus maju di Bupati Tapsel? Bagaimana hubungan Dolly dengan Syahrul M Pasaribu yang dulu mendukungnya habis-habisan atau seperti apa komunikasi Dolly dengan Gus Irawan Pasaribu yang sempat menjembatani komunikasi Dolly dengan Syahrul Pasaribu, atau apa yang melatarbelakangi Bomer Pasaribu kemudian menyetujui Gus Irawan maju, semua ada ceritanya dan tak terlalu relevan dituliskan di kolom ini.

Padahal pesan Panusunan Pasaribu dulu hargai dan hormati uwak, udak dan semua saudara ayah. Ternyata waktu berjalan, situasi mengubah hati. Jika orang lain menanam budi selayaknya sebagai manusia yang punya hati dan fikiran pastilah kita ingin membalasnya. Orang selain keluarga saja, kita ingin membalas budi baik, apalagi adik ayah kita sebagai keluarga dekat dan masih ada pertalian darah.

Keputusan Gus Irawan Pasaribu maju sebagai Bupati Tapsel adalah final. Selain keputusan keluarga, dia juga didorong Gerindra untuk maju untuk turut mensukseskan program-program Prabowo-Gibran. Karena memang semua kader potensial disarankan maju untuk menjaga ritme pemerintahan pusat ke depan.

Tentu saja kehadiran Gus Irawan Pasaribu sebagai calon Bupati Tapsel mengganggu ambisi Dolly yang masih sangat ingin berkuasa di periode kedua. Buktinya dia akan maju lewat jalur independen tanpa mengakomodasi partai politik. Padahal jika pun menang di jalur independen, pemerintahannya bisa gamang kalau kelak di DPRD saat rapat paripurna tidak memiliki back up partai politik.

Alasan untuk maju dua periode karena menurut penilaiannya dia berhasil membawa Tapsel lebih maju. Menurutnya dalam berbagai podcast yang ditayangkan berbagai penyedia jasa medsos dengan follower yang sebenarnya tidak terlalu besar ditandai dengan penghargaan yang diterima.

Berbagai penghargaa yang diterima Pemkab Tapsel dianggap bukti keberhasilan. Apakah demikian? Tulisan ini akan membuka wacana soal klaim keberhasilan atas penghargaan tersebut. Datanya ada di BPS Tapanuli Selatan yang bisa diakses pada Tapsel dalam angka 2024.

Sebagai sosok muda, bahkan terbilang gen Z kepemimpinan Dolly di Tapsel apabila dibandingkan dengan kabupaten tetangga termasuk rata-rata air. Sebagian kelemahan gen Z ini secara umum termasuk tidak mau mendengar nasihat, mau menang sendiri dan istilah kita ‘gingingg” (jogal kalau bahasa Tapsel). (bersambung)