Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu
Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu

MEDAN, kaldera.id-  Anggota DPR Gus Irawan Pasaribu meminta Menkopolhukam Mahfud MD menuntaskan kasus dugaan transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) senilai Rp 349 triliun yang membuat heboh seantero negeri.

“Terkait soal temuan ini, pertama kita syukuri dan berterima kasih kepada Pak Mahfud MD yang mengungkap dugaan ini ke publik, namun jangan berhenti sampai di situ saja harus ada penyelesaiannya,” kata Gus Irawan dalam keterangannya, Senin (3/4/2023) pagi.

Meski begitu, Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI yang membidangi keuangan, perencanaan pembangunan dan perbankan ini mengakui apa yang disampaikannya ini terkesan terburu-buru.
Sebab, kata mantan Dirut Bank Sumut ini, indikasi angkanya itu berubah-rubah mulai dari angka Rp 300 triliun dari 160 laporan menyangkut 460 orang terlibat, lalu turun 197 laporan dari 467 orang yang terlibat.

“Saya heran, ini kan data yang disampaikan Ketua Koordinator Nasional Pencegahan TPP, agak aneh menurut saya kok terburu-buru, data yang disampaikan itu belum matang hingga akibatnya angkanya berubah-ubah,” sebut Gus Irawan Pasaribu.

Tapi kata Gus Irawan Pasaribu, karena sudah menggelinding menjadi bola liar ke publik, maka Mahfud MD harus bisa mengungkapkannya sampai tuntas.

“Ini sudah terungkap ke publik tentu tidak boleh berhenti sampai di situ saja, harus diusut tuntas sampai selesai, oleh karena itu kita mendorong agar kasus ini bisa diselesaikan sampai final,” tegas Gus Irawan.

Menurut Gus Irawan, kasus ini sebenarnya tidak terlalu sulit untuk dituntaskan apabila komite ini bekerja secara maksimal.

“Tapi saya heran dan menyimpulkan komite sekarang ini belum berjalan sebagaimana mestinya, karena ini kan harusnya selesai ke publik bukan ke komite,” sindir Gus Irawan.
Faktanya, sambung Gus Irawan, dalam banyak kesempatan Mahfud MD menyampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak mendapat akses atas laporan-laporan PPATK.

“Ya bagi saya ini aneh, misalnya ditutupi oleh para anak buah menteri keuangan tapi kalau itu terinformasi di dalam, pastilah sebagai kewenangan menteri keuangan sebagai orang nomor satu di kementerian itu pasti anak buahnya mendapatkan surat-surat dari PPATK,” katanya.
“Tapi ya sudahlah, jadi saya menyimpulkan kalau komite TPPU ini belum bekerja maka sekarang mereka kita tuntut untuk bekerja demi menuntaskan dugaan transaksi Rp 349 Triliun itu,” jelasnya.

Kenapa tidak sulit, Gus menjelaskan, karena komite ini diketuai oleh Menkopolhukam lalu wakilnya Menteri Perekonomian, sekretaris merangkap anggota Kepala PPATK, anggota-anggotanya ada Gubernur BI, Menteri Keuangan, Kapolri, Jaksa Agung, Kepala BIN, Kepala BNPT, dan Kepala BNN.

“Jadi saya kira ini sudah sangat cukup kuat karena ada aparat penegak hukum (APH) di komite ini. Jadi kalau indikasinya ada, ya sudah bisa dilakukan penyidikan, penyelidikan oleh APH tadi,” sebut Gus.

Kata Gus, komite itu sudah ada Perpres No. 6 Tahun 2012. Bahkan perpres ini sudah lama jadi seolah-olah ini temuan baru. Padahal akumulasi dari temuan PPATK itu sejak 2009 sampai 2023.
“Maka kita heran kok sekarang ini meledaknya, kalau dulu ada temuan PPATK ledakkan saja di situ, meskipun pola komite itu adalah silent operation namun dalam era sistem keterbukaan ke publik itu menjadi keharusan juga,” ujar Gus.

Jadi menurut Gus, semua pihak harus mengawal kasus ini karena sudah menjadi perhatian publik meskipun tidak mudah untuk menuntaskannya.

“Bila komite belum bekerja sepenuhnya maka kita tuntut mereka bekerja dan bertanggung jawab dengan menyelesaikan ini,” desak Gus.

Ia menyebutkan, kalau angka-angka ini masih dalam angka transaksi atau angka debet kredit, lalu diakumulasikan seolah-olah besar, mungkin ada dihitung 1, 2 atau sampai 7 kali kalau ada rantai transaksi yang kemudian dicatat.

“Maka saya kira jangan kita kecewa seandainya nanti angkanya itu tidak sesuai dengan yang disebutkan, sebab itu angka dari transaksi debet kredit bukan seperti pernyataan PPATK yang memblokir rekening RAT (oknum pejabat pajak) beserta istri dan perusahaan-perusahaan keluarganya dengan jumlah Rp 500 miliar bahkan lebih sesuai dari pernyataan PPATK itu telah diblokir,” beber Gus yang menyebut tidak ada gunanya itu diblokir karena transaksi itu historis, yang diblokir itu adalah rekening saldonya.

Maka Gus menyimpulkan, dirinya berterima kasih kepada Mahfud MD yang telah mengungkap temuan transaksi mencurigakan ini ke publik.
“Tapi itu tadi, tidak boleh berhenti sampai di sini saja, Pak Mahfud harus bisa menuntaskan temuan ini. Ibarat lagu ‘Engkau yang memulai maka engkaulah yang mengakhiri’, sebab Pak Mahfud adalah leader di komite ini,” pungkasnya.(rel/arn)