TPL Tegaskan Operasional Sesuai Regulasi, Tak Ada Pengrusakan Ekologi

redaksi
26 Nov 2025 19:53
Medan News 0 6
3 menit membaca

 

MEDAN, kaldera.id – PT Toba Pulp Lestari Tbk (TPL) menegaskan seluruh operasional perusahaan berjalan sesuai izin dan ketentuan pemerintah. Hal ini membuktikan tidak ada kegiatan industri dilakukan berdampa terhadap kerusakan lingkungan di kawasan “Tano Batak”.

Hal ini disampaikan Manager Corporate Communication Head PT TPL, Salomo Sitohang, saat ditemui wartawan di Medan, Rabu (26/11/2025).

Salomo menyatakan perusahaan telah lebih dari 30 tahun menjalankan pola komunikasi terbuka dengan masyarakat di sekitar wilayah operasional.

“Seluruh dialog, sosialisasi, dan kemitraan selalu melibatkan pemerintah, tokoh adat, pemuda, akademisi, hingga organisasi masyarakat. Pendekatan sosial dilakukan secara inklusif dan berkelanjutan,” ujarnya.

Menanggapi berbagai tuduhan mengenai merusak ekologi, ia menegaskan tidak ada dasar yang menunjukkan operasional perusahaan menjadi penyebab kerusakan lingkungan. Menurutnya, seluruh aktivitas dilakukan di bawah pengawasan ketat pemerintah.

“Kami menolak tuduhan tersebut karena tidak didukung data yang sahih. Semua kegiatan mengikuti izin dan regulasi yang berlaku,” katanya.

Salomo menambahkan seluruh proses operasional TPL mengacu pada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang terdokumentasi dan diawasi secara berkala. Pemantauan lingkungan juga dilakukan secara periodik dengan menggandeng lembaga independen tersertifikasi.

“Setiap hasil pemantauan kami laporkan kepada otoritas sesuai ketentuan,” ucapnya.

Ia juga menjelaskan bahwa peremajaan pabrik difokuskan pada penerapan teknologi ramah lingkungan untuk meningkatkan efisiensi serta meminimalkan dampak lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kata dia, telah melakukan audit menyeluruh pada 2022–2023.

“Audit KLHK menyatakan TPL taat terhadap seluruh regulasi dan tidak ditemukan pelanggaran, baik lingkungan maupun sosial,” jelasnya.

Di sisi lain, perusahaan tetap menjalankan Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (CSR) di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan masyarakat, hingga pelestarian lingkungan.

Program disusun berdasarkan kebutuhan masyarakat dan dilaporkan secara berkala kepada pemerintah.

Terkait klaim tanah adat, TPL menegaskan upaya penyelesaian dilakukan melalui Program Kemitraan Kehutanan yang melibatkan masyarakat dan kelompok tani lokal. Hingga kini, sebanyak 10 Kelompok Tani Hutan (KTH) telah terbentuk sebagai mitra resmi perusahaan.

“Semua pembentukan KTH dilaporkan ke KLHK sebagai bentuk kepatuhan kami mendukung kebijakan perhutanan sosial,” ujar Salomo.

Mengenai tuduhan deforestasi, TPL menyatakan kegiatan pemanenan dan penanaman kembali dilakukan di dalam area konsesi berdasarkan Rencana Kerja Umum dan Rencana Kerja Tahunan yang telah disetujui pemerintah.

Penanaman kembali dilakukan maksimal satu bulan setelah pemanenan. Dari total luas konsesi 167.912 hektare, TPL mengembangkan sekitar 46.000 hektare sebagai perkebunan eucalyptus dan mengalokasikan 48.000 hektare sebagai area konservasi.

“Kami mengikuti seluruh ketentuan tata ruang dan dokumen AMDAL,” katanya.

Salomo juga mengungkapkan kontribusi TPL terhadap perekonomian lokal cukup signifikan. Perusahaan mempekerjakan lebih dari 9.000 orang dan bermitra dengan lebih dari 4.000 kelompok tani serta pelaku UMKM.

“Jika dihitung dengan keluarga pekerja dan mitra, sekitar 50.000 jiwa bergantung pada keberadaan perusahaan,” ujarnya.

Menutup penjelasannya, Salomo menyatakan TPL tetap membuka ruang dialog bagi semua pihak yang ingin memberikan masukan.

“Kami menghargai setiap pendapat, tetapi hendaknya didasarkan pada data yang akurat. TPL berkomitmen terus berbenah dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat maupun lingkungan,” tutupnya. (Reza)