Site icon Kaldera.id

Fenomena Clickbait dan Literasi Pembaca Media di Indonesia

Oleh: Hansel C Putra TR Ginting

MEDAN, kaldera.id – SAAT ini, terdapat sebuah fenomena yang mana kemajuan teknologi sangatlah pesat dan cepat.

Adanya kemajuan ini seharusnya diikuti juga oleh peningkatan kemampuan literasi dari para pengguna teknologi tersebut, khususnya media.

Dengan adanya perkembangan teknologi, maka mau atau tidak media juga harus menyesuaikan model bisnisnya dengan perkembangan teknologi tersebut.

Perubahan media yang kini sangat terpampang nyata adalah berubahnya model bisnis media – media yang tadinya konvensional berubah ke arah media-media yang lebih terdigitalisasi.

Umumnya, media konvensional akan lebih berfokus pada pengiklan sebagai sumber utama pendapatan mereka.

Sedangkan media digital akan lebih berfokus pada jumlah pengunjung yang melihat situs web/produk berita yang mereka sajikan (traffic).

Untuk memancing agar khalayak dapat melakukan klik dan masuk pada kolom-kolom berita yang mereka hasilkan, media – media ini seringnya akan menggunakan istilah ‘clickbait’.

Apa itu Clickbait ?

Dalam buku Jurnalistik Online: Panduan Mengelola Media Online yang ditulis oleh Romli (2020), istilah clickbait dapat diartikan sebagai ‘umpan klik’, yakni umpan agar pembaca melakukan klik suatu judul berita.

Menurut Romli, istilah clickbait kini berkonotasi negatif karena lebih sering digunakan untuk menjebak pembaca.

Sebab itu, clickbait juga diartikan sebagai ‘jebakan klik’. Clickbait ramai ditemukan di media online.

Penelitian Hadiyat (dalam situs web remi media GNFI) berjudul Clickbait di Media Online Indonesia mengatakan bahwa clickbait digunakan oleh media supaya pembaca tertarik melakukan klik judul tersebut.

Clickbait dijadikan sebagai strategi naratif untuk mengumpulkan pembaca agar statistik kunjungan (traffic) ke media tersebut meningkat.

Dalam arti lain, clickbait merupakan salah satu strategi media, khususnya media online, untuk mencari keuntungan.

Pada dasarnya, strategi ini tidak salah karena bagaimanapun media membutuhkan pembaca yang banyak untuk menghidupi sisi ekonomi media.

Tidak sedikit media yang keliru dalam menggunakan clickbait, sehingga sering kali menjebak pembaca. Clickbait bagaikan dua sisi mata pisau.

Sejatinya, clickbait memiliki dampak positif khususnya bagi pihak media. Judul – judul yang berhasil menarik perhatian pembaca akan meningkatkan statistik kunjungan.

Dengan begitu, pendapatan media juga turut meningkat. Namun pada taraf ekstrim, clickbait justru menjebak khalayak dalam kubangan informasi yang keliru.

Tidak heran, penyebaran berita palsu (hoax) semakin marak terjadi.

Selain itu, clickbait juga dapat membuat khalayak terbiasa dengan berita – berita yang tidak berkualitas.

Pada akhirnya, khalayak akan kehilangan hak untuk mendapatkan informasi yang berkualitas dari media.

Contoh dari produk media yang melakukan clickbait adalah misalnya saat kita menemukan sebuah artikel berjudul “Kamu Tidak Akan Percaya Apa yang Dialami 10 Orang Mahasiswa Ini! Fakta mahasiswa ke-7 bahkan sempat menggegerkan seluruh kampusnya!”.

Dari judul tersebut, kita akan dibuat penasaran dan mulai memiliki berbagai macam asumsi, “Wah, jangan-jangan ada hal buruk yang akan menimpa 10 mahasiswa tersebut?” Karena penasaran, maka kita pun akan membuka ke artikel tersebut.

Ketika kita membuka, isinya ternyata adalah berita mengenai 10 mahasiswa yang berhasil lulus S1 di usia belia dan mahasiswa di daftar ke-7 adalah yang mendapat predikat kelulusan cum laude.

Di satu sisi, artikel tersebut bukanlah artikel yang berisi penipuan dan tidak terlalu melenceng dari topiknya.

Namun, judul berita tersebut membuat orang berpikir ada hal luar biasa yang terjadi, padahal sebenarnya biasa saja (Situs web resmi media Glints.com).

Praktik Clickbabait dan Tingkat Literasi Media

Di Indonesia, praktik media menggunakan clickbait sangatlah umum terjadi. Produk dari platform media manapun kebanyakan akan menggunakan clickbait untuk mendapatkan klik atau views. Hal ini tentunya sangat membahayakan bagi masyarakat Indonesia yang belum benar-benar paham dan sadar mengenai hal ini.

Seringnya kesalahan penyimpulan dari sebuah produk media yang akhirnya dapat menyesatkan asumsi awal dari pembaca media tersebut. Kurangnya pemahaman ini dikarenakan tingkat literasi media di Indonesia yang cukup rendah.

Sementara itu, IMD Digital Competitiveness Ranking mencatat bahwa peringkat Indonesia menunjukkan peningkatan literasi media dari tahun sebelumnya, namun masih lebih rendah dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia Tenggara seperti Singapura, Thailand, dan Malaysia (Roadmap Literasi Digital 2021-2024, 2021).

Menteri Kominfo, Johnny G Plate, juga sempat menyampaikan literasi digital berfungsi untuk meningkatkan kemampuan kognitif sumber daya manusia di Indonesia agar keterampilannya tidak sebatas mengoperasikan gawai.

Rendahnya tingkat literasi media masyarakat Indonesia tentunya dapat membuat seseorang lebih mudah termakan berita palsu, maupun penyimpulan cepat yang dapat menyesatkan. Perkembangan teknologi serta shifting media ke arah digital yang begitu gencar, hal ini tentunya akan sangat berbahaya bahkan dapat menjadikan bom waktu yang meledak kapan saja.

Khalayak luas khususnya di Indonesia, harus dapat meningkatkan literasi media agar tidak mudah terjebak dengan adanya clickbait. Pembaca perlu menghindari kebiasaan mudah menerima informasi sebagai kebenaran yang mutlak, kemudian menyebarluaskan informasi tersebut tanpa melakukan konfirmasi lanjutan. Terlepas dari itu, langkah awal yang dapat dilakukan pembaca agar tidak terjebak clickbait adalah dengan mengenali ciri – cirinya.

Penggunaan Clickbait pada Produk Media

Menurut Mulya (dalam tulisannya di situs web resmi media GNFI, 2022) menjelaskan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat kita mengonsumsi produk media, yaitu: judul sensasional dan berlebihan.

Kemudian, judul berupa kalimat tanya, menggunakan kata penunjuk, seperti “ini”, “inilah”, atau “ini dia”.

Kemudian, menggunakan kata seru atau interjeksi, seperti “wow!”, “keren!”, “duh!”, “astaga!” dan memanfaatkan momen viral

Judul – judul di atas adalah ciri – ciri yang khas dari produk media yang menggunakan clickbait, tetapi tidak semua artikel atau berita dengan judul tersebutlah yang akan menjebak pembaca.

Oleh karena itu, kita perlu membiasakan diri untuk membaca secara utuh, tidak hanya melihat judul atau secara sekilas saja.

Pada akhirnya, satu-satunya yang bisa membantu pembaca selamat dari jebakan clickbait adalah dirinya sendiri.

Pada akhirnya, media tetap memerlukan clickbait untuk mendapatkan views dan traffic dari pembacanya.

Hal ini tentunya dapat dimaklumi karena kebanyakan media hidup dari iklan, dan iklan akan datang kepada media apabila media tersebut memiliki views yang tinggi.

Khalayak dari media tersebut pun harus memiliki kesadaran dan pengetahuan yang tinggi untuk hal ini. Clickbait tidak bisa diterima secara ’mentah’, tanpa melihat keseluruhan dari isi produk media yang ditawarkan.

Jika banyak khalayak yang mengonsumsi clickbait secara ‘mentah; maka, hal ini akan membahayakan dan dapat menyebabkan misleading pemberitaan mengenai suatu hal, bahkan sangat bisa mengarah kepada pemberitaan yang menyesatkan.

Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan literasi media mengenai clickbait di masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia.(*)

*) Penulis adalah Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Fisip USU

Exit mobile version