Kenaikan Harga BBM, Sekretaris KNPI Sumut: Merem Saja Pertamina Harusnya Untung

Para peserta, panitia dan narasumber diskusi berfoto bersama
Para peserta, panitia dan narasumber diskusi berfoto bersama

 

MEDAN, kaldera.id – Kelompok Studi Mahasiswa Mahardika Fisip USU menggelar diskusi publik di Aula Fisip USU, Selasa (13/9/2022). Tema diskusi yang dibahas kenaikan harga BBM, Kupas Tuntas Dampak Ekonomi Sosial.

Giat ini dibuka langsung Kepala Laboratorium Politik Fisip USU, Muhammad Ardian. Untuk narasumber yang dihadirkan antara lain, Dosen Ilmu Politik Fisip USU, Fuad Ginting, Dosen FIS UINSU, Faisal Riza, Sekretaris KNPI Sumut Muhammad Asril serta Ketua KSM Mahardika, Yoelando Silalahi.

Ardian dalam sambutannya mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi kegiatan tersebut karena semakin membuka wawasan terhadap hal keterkinian. “Harapannya bisa memberi solusi untuk negeri ini,” kata Ardian.

Sementara itu, Faisal Riza yang memaparkan tentang konsep kebangsaan modern mengungkapkan, semua kebutuhan rakyat telah disediakan oleh negara.

“Kenaikan harga BBM ini kurang menarik untuk disinggung. Yang menarik untuk digarisbawahi adalah negara sudah tak mau lagi membantu rakyatnya karena subsidi dicabut,” kata Faisal Riza.

Menurut pria yang juga menjabat Direktur Lembaga Riset dan Konsultasi, Political Literacy Desk (Polldesk) itu, kenaikan harga BBM menegaskan Indonesia adalah pasar yang empuk bagi perdagangan global.

“Indonesia, kalau masih mau disebut sebagai negara sudah seperti pasar tradisional. Seperti Pasar Sukaramai itu. Siapa yang kuat dan tahan banting, dia yang mampu mengendalikan,” ujar Faisal Riza.

Sementara itu, Sekretaris KNPI Muhammad Asril dalam paparannya mengungkapkan,Pertamina sebagai perusahaan yang memonopoli BBM di Indonesia, seharusnya merem saja sudah bisa untung. Makanya komisaris dan direksinya tiap bulan dapat kompensasi dua sampai tiga miliar per bulan. “Itu yang sekarang komisaris Pertamina kok diem-diem aja sekarang,” kata Asril.

Kompensasi yang didapat pejabat Pertamina itu berbading 360 derajat dengan kondisi rakyat kecil terdampak kenaikan harga BBM.

“Coba sehari kita keliling Medan ini aja. Lihat perjuangan rakyat kecil berdagang kecil-kecilan,” ujar Asril.

Narasumber lainnya, Fuad Ginting menilai kenaikan harga BBM bukan solusi tepat untuk kondisi negara saat ini. “Baru mau pulih dari pandemi kok malah kebijakannya seperti ini. Jangan-jangan malah negara sedang berbisnis dengan rakyatnya,” ujar Fuad.

Fuad mewanti-wanti kepada masyarakat, khususnya mahasiswa agar melihat kebijakan kenaikan harga BBM. “Jangan – jangan ada lobi-lobi kapital otomotif ke negara kita,” kata Fuad.

Di bagian lain, Ketua Kelompok Studi Mahasiswa (KSM) Mahardika, Yoelando Silalahi mengajak mahasiswa terus melek terhadap perkembangan tanah air.

“Mari terus hidupkan rasa kepedulian. Peduli terhadap sesama dan bangsa ini. Perubahan ada di tangan pemuda dan mahasiswa. Jangan hanya kuliah dan pulang,” kata Yoelando.

Peserta diskusi, Jhon Sibarani menilai kebijakan kenaikan harga BBM tidak tepat. “Saya jadi berpikir bahwa ada indikasi ini untuk kepentingan politik ke depan di 2024,” kata Jhon.(red)