MEDAN, Kaldera.id – Modus penipuan berkedok pengisian Identitas Kependudukan Digital (IKD) mulai marak terjadi di Kota Medan. Pelaku mencatut nama Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) untuk mengelabui masyarakat.
Fakta ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi 1 DPRD Kota Medan dan Disdukcapil, Selasa (11/2/2025).
Rapat yang dipimpin Ketua Komisi 1, Reza Pahlevi Lubis, ini dihadiri Wakil Ketua Muslim Harahap, anggota Komisi I lainnya seperti Saipul Bahri, Reinhart Jeremy Anindhita, Margaret, serta Kepala Disdukcapil Kota Medan, Baginda P. Siregar.
Dalam pertemuan tersebut, Kepala Disdukcapil, Baginda P. Siregar, mengungkapkan adanya modus penipuan baru yang menargetkan warga dengan dalih pengisian IKD.
“Pelaku mengaku dari Disdukcapil, bahkan mencatut nama saya atau pejabat lainnya. Mereka meminta warga mengisi data melalui Google Form yang dikirimkan. Begitu data diisi, tabungan korban bisa terkuras habis,” ungkap Baginda.
Ia menambahkan, sudah ada korban yang kehilangan uang dalam jumlah besar akibat modus ini. “Ada warga datang ke kantor kami, mengaku kehilangan Rp37 juta dari rekeningnya setelah mengisi formulir palsu tersebut,” katanya.
Tak hanya masyarakat biasa, seorang anggota DPRD Kota Medan juga hampir menjadi korban. “Untungnya, beliau sempat mengonfirmasi ke kami sebelum mengisi formulir itu. Kalau tidak, bisa saja uangnya raib,” tambahnya.
Baginda menegaskan bahwa Disdukcapil tidak pernah menelepon masyarakat untuk meminta pengisian data kependudukan secara digital. Ia mengimbau agar masyarakat tidak mudah percaya dengan panggilan atau pesan yang mengatasnamakan Disdukcapil.
Menanggapi hal ini, Ketua Komisi I DPRD Medan, Reza Pahlevi Lubis, juga mengingatkan warga agar lebih berhati-hati dalam menerima panggilan dari nomor tak dikenal.
“Kita harus selektif, jangan mudah percaya dengan telepon yang tiba-tiba meminta data pribadi,” ujarnya.
Selain membahas modus penipuan, pertemuan ini juga menyoroti masalah kelangkaan blanko KTP di Kota Medan. Menurut Baginda, keterbatasan blanko terjadi karena pasokannya berasal dari pemerintah pusat.
“Setiap hari, kami hanya bisa mencetak 300 KTP, sedangkan mesin yang kami punya hanya mampu mencetak 100 lembar per hari. Sementara itu, permohonan KTP bisa mencapai 500 hingga 600 per hari. Kalau mesin dipaksakan bekerja lebih dari kapasitasnya, bisa rusak, dan biaya perbaikannya mencapai Rp4 juta per unit. Harga mesin barunya sendiri mencapai Rp260 juta,” jelasnya.
Menanggapi hal ini, anggota DPRD Muslim Harahap dan Margaret meminta agar setiap kecamatan diberikan mesin cetak KTP.
“Daripada warga harus berbondong-bondong ke kantor Disdukcapil, lebih baik pencetakan KTP bisa dilakukan di kecamatan. Uang Pemkot Medan cukup untuk pengadaan mesin cetak di 21 kecamatan,” tegas Margaret.
Sementara itu, Saipul Bahri dan Reinhart Jeremy Anindhita menekankan pentingnya pemangkasan birokrasi agar pelayanan kepada masyarakat tidak terhambat.
“Jangan sampai program yang baik jadi terhambat karena birokrasi yang rumit. Disdukcapil harus tetap berkoordinasi dengan kami di Komisi 1 agar semua berjalan lancar,” ujar Reinhart. (Reza)