MEDAN, kaldera.id – Fenomena tawuran antarremaja di Kecamatan Medan Belawan telah mencapai tahap mengkhawatirkan, mengancam masa depan generasi muda usia 10-17 tahun yang terjebak dalam lingkaran kekerasan. HT Bahrumsyah, Anggota DPRD Kota Medan, menyuarakan keprihatinan mendalam atas kondisi ini.
“Anak-anak Belawan seharusnya menimba ilmu di bangku sekolah, bukan belajar kekerasan di jalanan,” tegas Bahrumsyah dalam keterangan resminya, Sabtu (10/5/2025).
Politisi Partai Amanat Nasional ini mengungkapkan, akar masalahnya terletak pada kurangnya perhatian keluarga yang mendorong anak mencari “keluarga alternatif” di lingkungan yang justru merusak. “Mereka terjerumus dalam pergaulan bebas, kekerasan, bahkan narkoba. Jika dibiarkan, kita akan kehilangan satu generasi emas,” paparnya.
Bahrumsyah menekankan bahwa solusi tawuran tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan hukum. “Diperlukan program pembinaan komprehensif yang melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk intervensi serius Pemkot Medan,” ujarnya.
Ia mengusulkan agar Belawan mendapat status khusus dengan program khusus. “Fokusnya bukan sekadar pembangunan fisik, tapi penyelamatan generasi muda melalui pendidikan dan pembinaan karakter,” jelas legislator dapil Medan Belawan ini.
Fakta memilukan terungkap tentang minimnya akses pendidikan di wilayah tersebut. “Belawan hanya memiliki satu SMP dan SMA negeri, sementara kecamatan lain kelebihan daya tampung. Akibatnya, banyak anak terpaksa putus sekolah karena kendala biaya dan jarak,” beber Bahrumsyah.
Dampaknya, angka putus sekolah di Belawan terus meningkat setiap tahun, berbanding lurus dengan pertumbuhan pengangguran dan masalah sosial. “Banyak di antara mereka akhirnya terlibat narkoba dan kelompok tawuran,” tambahnya.
Sebagai solusi, Bahrumsyah mengajukan tiga rekomendasi konkret:
1. Pendataan akurat anak putus sekolah
2. Perluasan program beasiswa untuk jenjang SD-SMA
3. Pembangunan sarana olahraga sebagai wadah positif
“Kita perlu memberikan alternatif kegiatan yang membangun bagi remaja, khususnya mereka yang telah putus sekolah. Sarana olahraga bisa menjadi ‘rumah kedua’ yang positif,” pungkasnya.
(Reza)