Berhentikan Ketua KPU, Akademisi USU Sebut Putusan DKPP Aneh

Hatta Ridho
Hatta Ridho

MEDAN, kaldera.id- Pengamat dan akademisi politik dari Universitas Sumatera Utara (USU), Hatta Ridho menilai putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) yang memberhentikan Arief Budiman dari jabatan Ketua KPU RI, aneh.

Kata Hatta, DKPP harus menjelaskan kepada publik secara jelas terkait kode etik yang dilanggar oleh Arief Budiman. Ia juga mempertanyakan seberat apa kode etik yang dilanggar oleh Arief Budiman sehingga harus berujung kepada pemecatan.

“Sanksi pemberhentian itu kan berat, pelanggaran etik berat apa yang dilakukan? Termasuk misalnya masalah Evi Novida Ginting. Apakah marah sama Presiden yang menuruti putusan PTUN, atau marah sama siapa? Yang jelasnya harus rasional, jangan ada dendam atau ego sektoral,” tegasnya, Kamis (14/1/2021).

Akademisi USU itu juga mengatakan, sanksi yang diberikan kepada seseorang sangat bergantung kepada hukum materilnya. Jika memang ada normanya, kata Hatta, DKPP harus menentukan norma yang mana yang dilanggar.

“Tapi kalau memang sudah ada normanya, etiknya silahkan jelaskan ke publik etik apa yang dilanggar dan tentukan normanya didalam peraturan. Kalau berada diluar peraturan berarti berada diluar kewenangan. Kan masing-masing ada kewenangannya. Siapapun dia harus bertindak sesuai kewenangan, itu namanya kode etik,” jelasnya.

Selain itu, Hatta juga menilai pemberhentian yang dilakukan DKPP kepada Arief Budiman terkesan berlebihan. Kata Hatta, jika Arief terbukti melakukan pelanggaran etik, DKPP harusnya cukup memberikan sanki etik saja.

“Misalnya ya sebatas etik, etik apa yang dilanggar, cukup sidang etik. Kalau putusan itu semua jangan melampaui kewenangan. Pengadilan itu kan cuma ada di mahkamah agung dan cabang-cabang nya. Sanksi itu sanksi etik jangan masuk ke sanksi seperti lembaga hukum. DKPP bukan lembaga hukum,” ujarnya.

Berhentikan Arief Budiman

Diketahui sebelumnya, DKPP memberhentikan Arief Budiman dari jabatannya sebagai Ketua KPU RI. Putusan itu terkait pendampingan Arief Budiman terhadap Komisioner KPU Evi Novida Ginting yang menggugat keputusan Presiden.

“Teradu terbukti tidak mampu menempatkan diri pada waktu dan tempat di ruang publik karena di setiap kegiatan teradu di ruang publik melekat jabatan Ketua KPU,” demikian bunyi penggalan putusan DKPP dalam persidangan, Rabu (13/1/2021).

Arief juga dinyatakan bersalah karena tetap menjadikan Novida tetap komisioner KPU. Ia dinyatakan melanggar kode etik dan dinyatakan tidak pantas menjadi Ketua KPU.

Atas itu, KPU diminta melaksanakan putusan tersebut dalam tujuh hari. Arief Budiman ditetapkan menjadi Ketua KPU RI masa jabatan 2017-2022. Dengan begitu, jika tidak dipecat masih ada waktu sekitar 2 tahun lagi sebelum masa jabatannya habis. (finta rahyuni)