Balada Syarif, Meski Lalu Lintas Lancar Dia Tetap Saja Dimaki

Syarif saat mengatur lalu lintas di Persimpangan Komplek TVRI, Rabu (11/12/2019). (kaldera/finta rahyuni)
Syarif saat mengatur lalu lintas di Persimpangan Komplek TVRI, Rabu (11/12/2019). (kaldera/finta rahyuni)

MEDAN, kaldera.id – Suara bising kendaraan menyeruak di simpang Jalan Letda Sujono – Jalan Kapten Batu Sihombing. Para pengendara mobil dan sepeda motor berdesakan untuk keluar dari persimpangan yang macet pada kawasan yang dikenal dengan simpang Komplek TVRI itu, Rabu (11/12/2019).

Pagi itu, sedikit mendung, meski bukan tanda hujan akan turun. Bermodal pluit usang, seorang pria tua berdiri tepat di tengah persimpangan yang memang selalu ramai pada jam kerja. Syarif namanya. Di usia memasuki 70 tahun, Syarif masih aktif membunyikan pluit sambil mencoba mengatur kendaraan yang sedari tadi masih berkumpul dalam kemacetan. Dengan memakai kaos putih kusam list merah kesukaannya,di aturnya para pengendara untuk cepat-cepat keluar dari kerumunan kendaraan. Pekerjaan Syarif, adalah ‘pak ogah’ atau sering disebut masyarakat sebagai ‘polisi cepek’, salah satu wajah kota-kota besar di Indonesia.

Saat ditemui kaldera.id, Syarif mengaku sudah aktif menjadi seorang polisi cepek sejak 12 tahun lalu, masih semangat dengan rutinitasnya itu. “Saya sudah 12 tahun kerja begini. Awalnya dari inisiatif saya sendiri karena dulu sekitaran tahun 2007 banyak kecelakaan terjadi di simpang ini,” katanya.

Dulu Syarif adalah seorang petugas parkir di kawasan Pasar Petisah. Tapi karena ada penyempitan jalan di sana, dia tak lagi mendapat lapak parkir untuk dikutip. Dia menuturkan, tidak banyak uang dihasilkannya menjadi seorang polisi cepek, tapi setidaknya bisa untuk membantu kebutuhannya sehari-hari.

“Saya kerja begini dapatnya tak banyak. Kadang Rp70 ribu, kadang Rp50 ribu. Saya juga jaga di sini hanya dari jam 7 sampai jam 10 pagi saja. Setelah itu ada lagi yang menggantikan. Tapi cukuplah untuk kebutuhan sehari-hari. walaupun kadang kurang dipas-pas kan,” katanya yang ditemui saat beristirahat di warung kecil di persimpangan itu.

Sambil menyeruput teh manis hangat pesanannya, ia bercerita soal suka duka menjadi seorang ‘polisi cepek’. “Sukanya ya bisa mengurangi kemacetan di persimpangan ini. Kalau dukanya kadang dimaki orang, diteriakin orang. Itu sudah biasa saya dengar,” katanya.

Kini di usia senjanya dia mulai merasakan kelelahan. “Kelamaan berdiri pinggangnya sering sakit, kaki pegal-pegal,” katanya sambil mengurut betis kakinya. Di akhir pembicaraan Syarif pun menitipkan pesannya. Kata dia, apapun pekerjaan yang dilakukan harus ikhlas menjalankannya. “Kalau dibilang kurang pasti setiap manusia akan terus merasakan kekurangan. Intinya, kita harus selalu bersyukur dengan apa yang Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa berikan,” pungkasnya.(finta rahyuni)