Keberadaan Pasar Tradisional di Medan Masih Kurang

Pasar Petisah, salah satu pasar tradisional di Kota Medan milik Pemko Medan. Saat ini keberadaan pasar tradisional masih kurang di Kota Medan.
Pasar Petisah, salah satu pasar tradisional di Kota Medan milik Pemko Medan. Saat ini keberadaan pasar tradisional masih kurang di Kota Medan.

MEDAN, kaldera.id – Keberadaan pasar tradisional di Kota Medan saat ini dinilai masih kurang. Akibatnya, muncul pasar tumpah atau pasar dadakan di beberapa kawasan.

Jumlah pasar tradisional di Kota Medan saat ini sekitar 52 unit. Hal ini berdasarkan pasar yang dikelola Pemko Medan melalui PD Pasar.

Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk di Kota Medan saat ini mencapai sekitar 2.7 juta jiwa dan luas wilayah, tentunya perlu penambahan. Akibatnya, masyarakat yang ingin berjualan, terpaksa berjualan di tempat yang dilarang atau kaki lima.

Masih kurangnya keberadaan pasar tradisional di Kota Medan diakui Kabid Fisik Bappeda Kota Medan, Ferri Ichsan.

Menurutnya, Pemko Medan sudah berencana melakukan penambahan pasar, terutama penambahan pasar induk di setiap pintu masuk Kota Medan. Namun, karena keterbatasan anggaran untuk pembelian lahan dan sebagainya, hal tersebut belum bisa dilakukan.

“Saat ini pasar induk baru dua unit, pertama di Laucih dan Marelan. Rencananya di Medan Denai. Tapi, terkendala masalah anggaran pembelian lahan,” jelasnya kepada kaldera.id, Rabu (19/8/202).

Keberadaan Pasar Tradisional Dinilai Kurang

Dia mengungkapkan, begitu juga penambahan pasar tradisional lainnya belum bisa dilakukan. Padahal berdasarkan kebutuhan sudah harusnya dilakukan. Dengan begitu, para PK5 bisa tertampung di lokasi itu. Sehingga keberadaan PK5 bisa dikurangi.

“Memang tidak sepenuhnya maraknya PK5 bukan karena tidak adanya ruang atau tempat berjualan. Salah satu contoh Pasar Sukaramai. Sudah di bangun tapi tetap saja memilih trotoar sebagai tempat. Namun, begitupun sesuai kebutuhan harus tetap ada penambahan,” ungkapnya.

Dia menambahkan, Pemko Medan sendiri sudah membagikan klasterisasi satu wilayah. Pembagian klasterisasi itu berdasarkan Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan diterjemahkan ke dalam Rancangan Detail Tata Ruang Wilayah (RDTRW) Kota Medan.

Dimana, dalam RDTRW itu sudah ditentukan kuota peruntukan satu wilayah, apakah itu untuk pendidikan, kesehatan dan juga perdagangan.

“RDTRW ini ditentukan sesuai kebutuhan masyarakat. Selain itu, berdasarkan estetika kota. Makanya, sudah ada masing -masing peruntukannya.

Kalau ditanya kenapa masih ada yang tidak sesuai, jawabannya, berbagai alasan. Tidak ada ruang, bisa juga pembiaran. Para pedagang memanfaatkan ruang yang ada untuk berdagang,” tambahnya. (reza sahab)