Bobby Bawa Isu Medan Utara Saat Rapat Pembahasan Ranperda RTRW di Jakarta

Walikota Medan, Bobby Nasution saat menghadiri rapat pembahasan Ranperda RTRW di Jakarta
Walikota Medan, Bobby Nasution saat menghadiri rapat pembahasan Ranperda RTRW di Jakarta

JAKARTA, kaldera.id – Walikota Medan, Muhammad Bobby Afif Nasution bawa isu pembangunan yang harus merata di Kota Medan saat menghadiri rapat koordinasi lintas sektor pembahasan ranperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) bersama Dirjen Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN RI di Jakarta, Kamis (21/10/2021).

Menurutnya, selama ini pembangunan di Kota Medan masih didominasi pusat kota. Maka itu, dirinya mencanangkan agar pembangunan merata hingga ke pinggiran kota, termasuk kawasan Medan Utara.

“Salah satu isu strategis penataan ruang di Kota Medan yaitu perkembangan kota yang masih cenderung memusat pada inti kota. Oleh karena itu, perlunya pemerataan pembangunan, khususnya pada kawasan kota Medan bagian utara,” kata Bobby.

Dijelaskannya, kawasan utara Kota Medan ditetapkan sebagai pusat kota di bagian utara dengan fungsi sebagai pusat kegiatan jasa dan perdagangan regional, pusat pelayanan transportasi, pusat kegiatan sosial-budaya, dan pusat kegiatan industri serta pusat pertahanan keamanan.

“Sebagian besar arahan pengalokasian kawasan lindung berada di kawasan utara. Hal ini tentu memerlukan penyesuaian pada rencana pembangunannya. Mengingat, Medan Utara mempunyai potensi yang dapat dikembangkan salah satunya sebagai water front city,” jelasnya.

RTRW akan jadi satu kesatuan produk yang singkron

Plt Direktur Jenderal Tata Ruang Kemen ATR/BPN, Abdul Kamarzuki pada rapat tersebut mengungkapkan, kedepan RTRW akan jadi satu kesatuan produk yang singkron.

Dia mengungkapkan, nantinya tidak ada lagi peraturan kepala daerah tentang tata ruang di luar produk RTR seperti RTRW dan RDTR. Misal, menetapkan kawasan hutan ditetapkan terpisah melalui peraturan kepala daerah.

“Itu tidak bisa. Semuanya kita masukkan menjadi satu kesatuan di produk rencana tata ruang. Maka, pembahasan ini sangat penting untuk mensinkronkan berbagai kebijakan,” kata Abdul Kamarzuki.

Kamarzuki juga menggarisbawahi bahwa dengan ditetapkannya UU Cipta Kerja dan PP No21/ 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, maka kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang atau yang lebih dikenal dengan KKPR menjadi syarat dasar sebelum mengurus persetujuan lainnya seperti, persetujuan lingkungan (PL) dan persetujuan bangunan gedung (PBG) .

“Jika suatu wilayah sudah mempunyai RDTR, maka otomatis diproses melalui sistem dengan terbitnya konfirmasi KKPR dalam kurun waktu 1 (satu) hari kerja. Namun, jika tidak ada RDTR dapat menggunakan produk RTR berjenjang lainnya dengan memerlukan analisis dan penilaian dokumen dalam kurun waktu 20 hari kerja,” tambah Kamarzuki.

Ia menambahkan, dengan adanya analisis dan penilaian dokumen, maka pemerintah daerah harus segera membentuk forum penataan ruang sebagai inklusivitas penyelenggaraan penataan ruang dengan melibatkan perangkat daerah maupun asosiasi profesi dan akademisi.

Kementerian ATR/BPN, menurut Kamarzuki, juga telah menerbitkan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 14/2021 tentang Pedoman Penyusunan Basis Data dan Penyajian Peta dengan harapan, terstandarisasinya data yang dihasilkan dari produk RTR di seluruh wilayah di Indonesia. (reza)