Tindak pidana perdagangan orang (TPPO) masih saja menjadi hal yang paling diwaspadai oleh masyarakat, di mana korban dari TPPO selalu menyasar kepada anak dan perempuan
Tindak pidana perdagangan orang (TPPO) masih saja menjadi hal yang paling diwaspadai oleh masyarakat, di mana korban dari TPPO selalu menyasar kepada anak dan perempuan

MEDAN, kaldera.id – Tindak pidana perdagangan orang (TPPO) masih saja menjadi hal yang paling diwaspadai oleh masyarakat, di mana korban dari TPPO selalu menyasar kepada anak dan perempuan. Untuk mencegah terjadinya hal itu harus dilakukan dengan preventif dan represif.

Hal tersebut dikatakan Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Medan, AKP Madianta Br Ginting saat menjadi narasumber dalam diskusi ‘Sosialisasi pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan diskusi partisipasi pembentukan duta anti trafficking di Kota Medan’ yang digelar di Kantor Lurah Simpang Selayang, Medan Tuntungan, Jumat (26/11). Di mana, kegiatan tersebut dilakukan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) berkolaborasi dengan Pemko Medan mensosialisasikan pencegahan dan penanganan TPPO.

Menurut Madianta bahwa diskusi tersebut sangat positif dilakukan kepada masyarakat agar masyarakat memahami bahaya dari TPPO.

“Kami sangat menyambut dan sangat mengapresiasi kegiatan seperti ini untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya yang punya tugas untuk itu seperti yang tadi hadir mulai dari Kepling dan dari yang lain-lain. Dengan diskusi itu, mereka bisa memberikan pemahaman warganya atau masyarakat lain bisa terhindar dari TPPO,” katanya.

Untuk mencegah terjadinya TPPO tersebut, Madianta menjelaskan bahwa ada dua tugas yang harus dilakukan yakni tugas preventif dan represif. Di mana untuk preventif tersebut pihaknya akan melibatkan dari satker lain, yaitu Binmas untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat dan pelajar.

“Dalam sosialisasi itu, bagiamana mereka paham TPPO itu sendiri sehingga mereka bisa terhindar dari TPPO dan mereka juga punya kesadaran apabila mengetahui tentang dugaan terjadinya TPPO itu tersebut, bisa memberikan informasi kepada pihak kepolisian,” jelasnya.

Kemudian tindakan represif yang dilakukan kepolisian juga secara aktif melakukan razia-razia, dan ini memang sering dilaksanakan ke tempat-tempat yang rawan terjadinya TPPO.

“Misalnya tempat-tempat hiburan, kemudian pelabuhan yang merupakan tempat yang terjadi TPPO tersebut,” terang Madianta.

Madianta menuturkan bahwa selain itu media sosial harus juga dikontrol oleh keluarga terutama kepada anak-anak atau remaja. Di mana saat melihat media sosial harus terlebih dahulu diberi pemahaman apa yang boleh dilihat dan tidak boleh dilihat.

“Walaupun media sosial ini tidak terkontrol, kalau masyarakat sudah memahami bagaimana caranya agar mereka bisa terhindar dari TPPO tersebut, menurut saya masih bisa kita atasi. Artinya dalam hal ini yang paling penting kita utamakan adalah tindakan preventif tadi. Dan kerjasama antara instansi terkait untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat. Sehingga mereka paham apa akibat yang akan mereka alami apabila menjadi bagian daripada TPPO itu tersebut,” ujarnya.

Badan Kesbangpol Medan yang diwakili oleh Kabid penanganan konflik dan Kewaspadaan Nasional Ody Prasetyo menuturkan bahwa Kesbangpol sendiri ikut serta berkolaborasi dengan IOM, karena mereka ingin bisa diberikan materi kewaspadaan dini terutama terkait TPPO.

“Dan kita juga akan membentuk tim forum kewaspadaan di masyarakat. Ada juga yang dari sini yang bagus-bagus. Ini sekalian penjaringan juga untuk forum kewaspadaan dini di masyarakat. Jadi saling membantu, saling kolaborasi memberikan output terbaik. Baik bagi mereka, baik bagi Kesbangpol dan pemerintah kota,” tuturnya.

Sementara itu, perwakilan IOM di Medan bagian Project Asisstant II Bambang F Wibowo saat diskusi berlangsung mengatakan jika kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat di suatu wilayah, maka ini dapat menyebabkan terjadinya trafficking.

“Ini merupakan fenomena global, yang harus kita waspadai, jadi kita harus hati-hati terhadap iming-iming yang diberikan oleh orang lain kepada kita. Jangan-jangan itu awal mulanya. ”

Ia juga menambahkan ita agar masyarakat meningkatkan kapasitas diri terhadap literasi digital.

“Karena sekarang ini kasus perdagangan orang banyak bermula dari medsos. Ajarkan anak-anak kita untuk tidak sembarangan menyimpan foto-foto yang tidak layak. Sekarang semua bisa diedit dengan beribu aplikasi, jadi kita harus mawas diri dalam membagikan apapun di sosial media,” ujar Bambang.(efri surbakti)