Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu
Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu

 

MEDAN, kaldera.id- Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu mempertanyakan kebijakan Bank Indonesia dalam mendukung pertumbuhan ekonomi (pro-growth) dan stabilitas (pro-stability). Hal itu disampaikannya menyusul keputusan BI yang menetapkan kenaikan Suku Bunga Acuan 7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) menjadi 5,25 persen.

“Dari data ini kira-kira bagaimana BI memperkirakan dampak kenaikan suku bunga acuan BI terhadap kebijakan pro-growth? Di mana dengan adanya kenaikan suku bunga BI akan membuat potensi pertumbuhan sektor riil melambat, menurut kami demikian,” kata Gus Irawan Pasaribu, Senin (21/11/2022).

Diketahui, Keputusan BI untuk menaikkan kembali BI7DDR ini sebagaimana disampaikan Gubernur BI, Perry Warjiyo, telah terjadi beberapa kali yaitu pada bulan Agustus, September, Oktober dan November dengan total 175 basis poin (bps). Hal yang sama juga terjadi pada suku bunga Deposit Facility yang menjadi 4,50 persen dan Lending Facility menjadi 6,00 persen.

Menurut Gus Irawan Pasaribu, dengan adanya kenaikan suku bunga maka menyebabkan kenaikan bunga pinjaman yang membuka potensi penurunan angka kredit. Lebih jauh, dia mempertanyakan usaha BI agar kenaikan suku bunga tersebut tidak memberikan dampak buruk pada pemulihan UMKM di Indonesia.

“Potensinya adalah kredit menjadi anjlok karena bunga pinjaman menjadi naik tentunya. Kemudian, bagaimana BI memitigasi agar kenaikan suku bunga tersebut tidak juga berdampak mempengaruhi geliat dan pemulihan UMKM,” tanya legislator asal Sumut ini.

Dikutip dari situs resmi Bank Indonesia, keputusan kenaikan suku bunga tersebut merupakan langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini masih tinggi dan memastikan inflasi inti kembali dalam sasaran 3,0±1% lebih awal yaitu ke paruh pertama 2023. Selain itu juga untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat kuatnya mata uang dolar AS dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat. (rel/arn)