MEDAN, kaldera- Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) kembali menghentikan penuntutan 3 perkara dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) setelah perkara tersebut disetujui untuk dihentikan oleh JAM Pidum Kejagung RI Dr. Fadil Zumhana.
Tiga perkara yang disetujui sebelumnya dilakukan ekspose, Senin (19/12/2022) secara daring oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Idianto, SH,MH didampingi Wakajati Sumut Asnawi, SH,MH, Aspidum Arief Zahrulyani, SH,MH, Kabag TU serta para Kasi di bidang Pidum.
Ekspose perkara juga diikuti secara daring oleh Kajari Medan Wahyu Sabrudin, SH,MH, Kajari Langkat Mei Abeto Harahap, SH,MH, Kasi Pidum Kejari Medan Faisol, Kasi Pidum Kejari Langkat Indra Ahmadi Effendy Hasibuan, SH,MH kepada JAM Pidum Kejaksaan Agung RI Dr. Fadil Zumhana dan disetujui untuk dihentikan dengan pendekatan keadilan restoratif.
Perkara pidana penghinaan dan penganiayaan
Saat dikonfirmasi, Senin (19/12/2022), Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan menyampaikan bahwa perkara yang diajukan kepada JAM Pidum adalah perkara pidana penghinaan dan penganiayaan.
“Berkas pertama dari Kejari Medan atas nama tersangka Purnama Arsy (23 tahun) dengan korban atas nama Rosalinda Lubis (22 tahun). Purnama disangka melanggar Pasal 310 ayat (1) KUHPidana karena melakukan penghinaan (menista) dengan kata-kata tidak sopan,” kata Yos A Tarigan.
Kemudian perkara penganiayaan berasal dari Kejari Langkat, lanjut Yos A Tarigan. Atas nama tersangka Kusno (48 tahun) dan Diancam Pidana melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHPidana. Kemudian, atas nama tersangka Muharris Siregar diancam Pidana melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHPidana.
Setelah melihat beberapa hal, pelaksanaan keadilan restorative dilakukan setelah adanya syarat pokok yang harus terpenuhi, diantaranya: tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana; tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun; tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana tidak lebih dari Rp. 2.500.000.
“Antara tersangka dan korban saling kenal dan sudah ada kesepakatan damai. Kemudian, tersangka juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya,” jelas Yos.
Mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang ini menyampaikan, melalui pendekatan keadilan restoratif, antara korban dan pelaku tindak pidana diharapkan dapat mencapai perdamaian dengan mengedepankan win-win solution, dan menitikberatkan agar kerugian korban tergantikan dan pihak korban memaafkan pelaku tindak pidana.
Penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif seperti yang dituangkan dalam Perja No. 15 Tahun 2020 membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula.(efri surbakti/red)