Investasi Tinggi Masuk RI Tak Serap Tenaga Kerja karena High Tech

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia

MEDAN, kaldera.id – Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengakui investasi yang masuk ke Indonesia tidak sebanding dengan penciptaan dan penyerapan lapangan kerja.

Menurut Bahli, idealnya realisasi investasi di industri padat karya seharusnya berbanding lurus dengan penciptaan lapangan kerja. Namun, investasi yang masuk di Indonesia saat ini hampir semuanya high technology, bukan lagi padat karya yang membutuhkan banyak pekerja.

“Aku harus akui itu, antara target nilai investasi dengan tenaga kerja nggak berbanding lurus karena investasi sekarang ini bukan lagi padat karya yang banyak. Kalau kita mau bangun hilirisasi bauksit, nikel, tembaga, mana ada pakai manusia-manusia.

Palingan bangun konstruksinya saja, setelah itu dioperasikan semua oleh mesin,” tuturnya di Kementerian Investasi, Jakarta Selatan, Jumat (28/4).

Rinciannya, dari total realisasi investasi yang masuk ke RI sebesar Rp328,9 triliun pada kuartal I 2023, sektor realisasi terbesarnya adalah industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya sebesar Rp46,7 triliun. Disusul oleh transportasi, gudang, dan telekomunikasi sebesar Rp36,1 triliun.

Urutan selanjutnya ada sektor pertambangan Rp33,5 triliun, sektor perumahan, kawasan industri, dan perkantoran Rp27,9 triliun, serta sektor industri kimia dan farmasi sebesar Rp22,6 triliun.

“Pemerintah tidak bisa hanya fokus pada sektor ini, harus ada padat karyanya di UMKM. Jadi kita blending. Ini pun kita sudah maksimal. Ada bagian pekerjaan yang saya bilang kalau bisa dikerjakan tenaga orang, kita kasih, jangan semua full teknologi,” jelasnya.

Di lain sisi, realisasi investasi per kuartal I 2023 ini menyerap tenaga kerja Indonesia sekitar 384.892 orang. Sedangkan jumlah tenaga kerja asing (TKA) yang dipekerjakan ada 5.334 orang.

Bahlil menegaskan TKI yang terserap adalah tenaga kerja langsung, belum termasuk tenaga kerja tidak langsung. Menurutnya, ada juga tenaga kerja yang terlibat dalam suplai makanan, transportasi, logistik, dan lain-lain.

“Dari total penciptaan lapangan kerja, dibandingkan TKA dan TKI, TKA-nya cuma 2 persen dari 384 ribu itu,” tegas Bahlil.