Risiko Rasa Kesepian Pada Kesehatan, Berbahaya?

ilustrasi kesepian
ilustrasi kesepian

 

MEDAN, kaldera.id – Rasa kesepian memiliki risiko kesehatan yang sangat tinggi, sama berbahayanya dengan mengisap 15 batang rokok dalam sehari. Saat ini Amerika Serikat tengah menghadapi epidemi kesepian ini. Hampir 50 persen dari total penduduk di AS yang berjumlah 332 juta jiwa merasa sangat kesepian. Pemerintah dan rakyat AS diminta agar menganggap epidemi kesepian ini sama seriusnya dengan persoalan obesitas atau kasus penyalahgunaan narkoba.

Kesepian juga dilaporkan meningkatkan risiko kematian dini hampir 30 persen karena diikuti dengan masalah kesehatan seperti diabetes, stroke, serangan jantung, insomnia, depresi, kecemasan, dan demensia. Penyakit-penyakit ini kian berisiko bagi orang yang memiliki hubungan sosial yang buruk.

Ketika diwawancarai BBC News, ahli bedah AS, Viviek Murthy, Selasa (2/5/2023), mengaku dirinya termasuk di antara jutaan warga AS yang mengalami rasa kesepian mendalam. Rasa kesepian itu dialaminya selama dan setelah bertugas sebagai Kepala Departemen Kesehatan Masyarakat AS berakhir pada April 2017. ”Saya mengabaikan keluarga dan teman-teman selama itu. Susah untuk fokus pada pekerjaan, keluarga, dan teman. Saya benar-benar menderita akibat kesepian dan ini terjadi selama berbulan-bulan,” kata Murthy.

Murthy menambahkan, masalah kesepian ini diperparah ketika pandemi Covid-19 terjadi karena kemudian banyak yang terpaksa tak bisa lagi bersosialisasi dengan orang lain. Kurangnya koneksi sosial ternyata terkait dengan prestasi akademik yang lebih rendah dan kinerja yang lebih buruk di tempat kerja.

Oleh karena itu, kesepian ini menjadi tantangan kesehatan masyarakat yang serius dan harus segera diatasi. ”Orang tidak pernah menyangka peningkatan risiko kematian dini terkait dengan hubungan sosial dan ini setara dengan risiko merokok. Bahkan, risikonya lebih besar ketimbang masalah obesitas,” ujarnya.

Masalah kesepian ini harus dianggap serius karena akan merugikan industri kesehatan hingga miliaran dollar AS setiap tahunnya. Dalam laporan penelitian Murthy setebal 81 halaman disebutkan, sekitar setengah dari orang dewasa AS mengaku pernah mengalami kesepian. Kebanyakan epidemi kesepian ini melanda kelompok anak muda berusia 15-24 tahun. Kesepian diketahui adalah perasaan umum yang dialami banyak orang dan ini seperti rasa lapar atau haus. Kesepian adalah perasaan yang dikirimkan tubuh kepada setiap individu ketika sesuatu yang dibutuhkan untuk bertahan hidup itu hilang.

Guna mengatasi rasa kesepian, Murthy menyarankan setiap individu untuk menghabiskan waktu setidaknya 15 menit bersama dengan orang yang dicintai, menghindari gangguan seperti gawai ketika berbicara dengan orang lain, dan mencari cara untuk saling membantu orang lain. ”Pelayanan untuk orang lain dan menjalin hubungan dengan orang lain itu penawar kesepian yang ampuh,” ujarnya.

Penelitian menunjukkan bahwa warga AS yang kurang terlibat dengan kegiatan di tempat ibadah, organisasi komunitas, atau bahkan keluarga mereka sendiri dalam beberapa dekade terakhir terus melaporkan peningkatan perasaan kesepian. Krisis ini memburuk ketika pandemi Covid-19 menyebar hingga mendorong sekolah dan tempat kerja tutup dan memaksa jutaan orang untuk mengisolasi diri di rumah, jauh dari kerabat atau teman.

Orang lalu menyisihkan kelompok teman mereka dan mengurangi waktu yang dihabiskan bersama teman. Warga AS menghabiskan sekitar 20 menit setiap hari dengan teman-teman pada tahun 2020. Jumlah ini turun dari 60 menit setiap harinya selama dua dekade sebelum pandemi. Di kalangan anak muda dilaporkan ada penurunan 70 persen waktu yang dihabiskan bersama teman.

Murthy mendorong agar tempat kerja, sekolah, perusahaan teknologi, organisasi masyarakat, orang tua, dan masyarakat membuat perubahan yang akan meningkatkan keterhubungan negara. Ia menyarankan masyarakat bergabung dengan kelompok-kelompok atau komunitas dan meletakkan ponsel sesekali ketika tengah mengobrol. Pemberi kerja juga diminta untuk mempertimbangkan baik-baik dalam memberlakukan kebijakan kerja jarak jauh. Sistem kesehatan AS juga dianjurkan untuk memberikan pelatihan kepada dokter untuk mengenali risiko kesehatan dari kesepian ini.

Perkembangan teknologi juga bisa memperburuk masalah kesepian. Ini terbukti dalam salah satu penelitian yang dikutip tim Murthy yang menemukan bahwa orang yang menggunakan media sosial selama dua jam atau lebih setiap harinya dua kali lebih mungkin akan merasa terisolasi secara sosial ketimbang mereka yang menggunakan media sosial kurang dari 30 menit dalam sehari. Media sosial ini justru mendorong peningkatan rasa kesepian.

”Tidak ada yang lebih baik dibandingkan interaksi dengan orang lain secara langsung. Ketika kita lebih mengandalkan teknologi untuk berkomunikasi, kita kehilangan interaksi langsung itu. Sekarang pertanyaannya adalah apakah kita bisa merancang teknologi yang memperkuat hubungan antarmanusia dan bukan malah melemahkan?” kata Murthy. (kompas)