Pengamat merespons rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan mulai Juli 2025. Anggota BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan iuran BPJS justru harusnya naik mulai 2024.
Pengamat merespons rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan mulai Juli 2025. Anggota BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan iuran BPJS justru harusnya naik mulai 2024.

MEDAN, kaldera.id -Pengamat merespons rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan mulai Juli 2025.
Anggota BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan iuran BPJS justru harusnya naik mulai 2024.

Pasalnya dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 tahun 2020 tentang perubahan kedua atas Perpres 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, besaran iuran ditinjau paling lama dua tahun sekali.

Ia menyebut terakhir kenaikan iuran terjadi pada 2020. Dengan begitu, harusnya kenaikan terjadi pada 2022. Meski demikian, sampai saat ini kenaikan belum terjadi.

Timboel mengatakan Presiden Jokowi pernah menyebut iuran BPJS bakal naik setelah Pemilu 2024. Menurutnya, sensitivitas kenaikan iuran BPJS memang sama dengan kenaikan harga BBM yang berpotensi dikritik masyarakat.

“Oleh karena itu kenaikan iuran selalu bersifat politik, tidak mengacu pada aturan yuridis yang ada,” kata Timboel.

Ia menjelaskan sejak covid-19 bisa dikendalikan dan masuk era endemi, jumlah kunjungan pasien JKN akan meningkat yang kemudian berdampak pada peningkatan pembiayaan JKN ke rumah sakit (RS) baik rawat jalan maupun rawat inap.

Hal ini didukung juga dengan lahirnya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan di mana terjadi kenaikan tarif kapitasi dan tarif Non INA CBG. Kondisi ini akan meningkatkan pembiayaan JKN ke RS atau Fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).

“Iuran tidak naik tapi pembiayaan JKN semakin meningkat. Hal ini yang harus diantisipasi direksi BPJS kesehatan dan pemerintah agar pembiayaan JKN tidak defisit di kemudian hari,” kata Timboel.

Ia pun mengusulkan agar BPJS Kesehatan dan pemerintah mendukung peningkatan pendapatan iuran dengan memastikan seluruh rakyat Indonesia terdaftar dan membayar iuran JKN.

Bagi masyarakat tidak mampu, kata Timboel, pemerintah pusat dan daerah harusnya menambah alokasi APBN dan APBN untuk membayar iuran mereka. Sementara bagi peserta mandiri yang menunggak, seharusnya pemerintah memberikan diskresi seperti diskon dan cicilan iuran sehingga mereka mampu membayar tunggakan iurannya.

Lalu, untuk peserta pekerja penerima upah swasta, Timboel menyarankan pemerintah meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum bagi pengusaha yang belum mendaftarkan pekerjanya ke BPJS kesehatan atau yang masih menunggak iuran.

“Tentunya kendali biaya pun harus dilakukan BPJS dan pemerintah sehingga biaya yang dikeluarkan bisa tepat sasaran. Operasi caesar yang besar harus dikendalikan, demikian juga fraud-fraud yang dilakukan oknum RS dapat diatasi,” katanya.

Sementara itu, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan iuran BPJS lumrah dinaikkan jika memang ada potensi defisit. Namun, ia menilai harus ada evaluasi kinerja BPJS Kesehatan terutama sistem yang mereka gunakan di RS.

“Sehingga menurut saya seharusnya kalau ingin menaikkan iuran dalam konteks menutup defisit peningkatan pelayanan juga perlu dipastikan dilakukan oleh BPJS Kesehatan itu sendiri sehingga masyarakat yang menggunakan layanan dari BPJS Kesehatan itu dapat menikmati layanan yang mereka bayarkan ke BPJS Kesehatan,” katanya.

Selain itu, ia juga menilai pemerintah perlu memikirkan agar kenaikan iuran tidak membebani peserta dengan pendapatan menengah ke bawah. Menurutnya, kenaikan iuran tidak boleh lebih tinggi dibandingkan rata-rata kenaikan upah di setiap provinsi.

“Selain itu indikator yang lebih makro katakanlah pertumbuhan ekonomi juga bisa menjadi salah satu acuan dalam merumuskan berapa tarif atau presentasi kenaikan iuran BPJS karena tentu diharapkan ke para pelaku usaha tidak terbebani dengan kenaikan iuran ini,” katanya.

Pemerintah tengah mengkaji rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan mulai Juli 2025.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien mengatakan rencana kenaikan lantaran peluang defisit sebesar Rp11 triliun pada Agustus-September 2025.

“Agustus atau September itu kira-kira mulai ada defisit dari BPJS Kesehatan dana DJS Kesehatan ini. Kami hitung sekitar Rp11 triliun. Tapi di Agustus atau September 2025,” kata Muttaqien.

“Kira-kira di Juli atau Agustus 2025 (ada kenaikan iuran). Tapi sampai 2024 masih aman,” tambahnya. (cnn)