Diduga Kuasai Lahan Ilegal, Perguruan Tinggi Budidaya Digugat ke Pengadilan

Kuasa Hukum penggugat, Adi Mansar, SH, M. Hum
Kuasa Hukum penggugat, Adi Mansar, SH, M. Hum

BINJAI, kaldera.id- Yayasan Perguruan Tinggi Budidaya digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Binjai oleh anak salah satu pendiri yayasan karena diduga menguasai lahan secara ilegal.

Kuasa Hukum penggugat, Adi Mansar, SH, M. Hum dalam keterangan tertulis mengatakan bahwa, tanah yang saat ini diatasnya berdirinya Perguruan Tinggi Budidaya bukanlah milik yayasan melainkan milik bersama pendiri yayasan tersebut.

Dikatakan Adi bahwa, bukti otentik atas kepemilikan tanah itu tertuang dalam SHM Nomor 305 tahun 1990. Disitu, tercantum bahwa tanah bersama tersebut dimiliki oleh beberapa orang yakni Drs. T. Suharjo (Ayah Penggugat), Drs. H. M. Yusuf Aziz, MM, Drs. Sarikat Bangun, H. Arifin Jamil, MM dan Muhd Amin Syafri.

“Sehingga patut diduga Yayasan Perguruan Tinggi Budidaya menguasai tanah yang bukan miliknya atau menguasai secara ilegal sampai saat ini,” jelas Adi, Jumat (15/10/2021).

Adi menjelaskan bahwa, pihaknya sudah sempat berupaya untuk mediasi secara kekeluargaan. Namun, pihak tergugat tidak menampakkan itikad baiknya.

Selain itu, upaya mediasi yang digagas oleh pihak pengadilan pada tahapan persidangan sebelumnya, juga tidak menemukan kata sepakat. Dimana pihak tergugat melalui kuasa hukumnya langsung mengirimkan jawaban kepada hakim mediator lebih cepat dari waktu yang diberikan oleh hakim mediator.

“Jadi karena mediasi yang kita lakukan sendiri maupun mediasi dari pengadilan gagal, maka kami tim kuasa hukum akan lanjut terus ke pokok perkara utama. Nanti, kita akan siapkan bukti-bukti yang kita miliki, akan kita paparkan semua di persidangan,” sebutnya.

Objek tanah tersebut merupakan aset kekayaan intelektual yayasan

Terkait jawaban mediasi yang disampaikan tergugat I dan tergugat II bahwa objek tanah tersebut merupakan aset kekayaan intelektual yayasan, Adi pun tak mau berspekulasi.

“Sah-sah saja mereka memiliki pandangan hukum seperti itu, yang jelas kami meyakini keabsahan SHM Nomor 305 tahun 1990 hingga saat ini. Sehingga, apabila ada upaya proses balik nama atas objek tanah tesebut, kami berpandangan haruslah sesuai dengan ketentuan pasal 31 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997,” ungkap Pimpinan Low Office Adi Mansar, Guntur Rambe dan Partner itu.

Sementara itu, Pram Budi Harjo, SE selaku penggugat mengaku kecewa dengan sikap Yayasan Perguruan Tinggi Budidaya yang tidak memiliki iktikad baik terhadapnya. Ia mengaku hanya ingin menuntut hak-hak almarhum ayahnya yang sudah diperjuangkan ayahnya sejak tahun 2006 silam.

“Ayah saya sudah memperjuangkan hak-haknya sejak tahun 2006 hingga ayah saya meninggal tahun 2017 lalu dan perjuangan dilanjutkan ke saya sampai saat ini,” jelasnya

Tiga ahli waris sudah memberikan persetujuan balik nama dihadapan notaris

Pram membeberkan bahwa dirinya pernah dikirimi surat oleh pihak Yayasan pada September 2020 lalu, perihal permohonan balik nama SHM 305 Tahun 1990 menjadi nama Yayasan Perguruan Tinggi Budidaya. Dari isi surat tersebut lanjut Pram, terungkap bahwa tiga ahli waris sudah memberikan persetujuan balik nama dihadapan notaris.

“Dari surat yang diberikan pihak yayasan itu sudah bisa membuktikan bahwa saya dan ahli waris pendiri yang lain memiliki hak dan kedudukan yang sama, dan saya tegaskan hingga saat ini saya belum memberikan persetujuan proses balik nama tersebut, seperti apa yang diharapkan pihak yayasan melalui suratnya,” ungkap Pram.

Tak sampai disitu, Pram mengaku memperoleh informasi langsung dari beberapa ahli waris pendiri yayasan bahwa mereka sudah menerima ganti rugi.

“Informasi yang saya peroleh langsung dari beberapa ahli waris yang lain pada maret 2021 lalu bahwa mereka sudah menyelesaikan segala urusan dengan Yayasan Perguruan Tinggi Budidaya, tapi kenapa terhadap saya tidak diberikan perlakuan yang sama?. Saya sadar saya masyarakat kecil tapi saya taat hukum, maka dari itulah saya ajukan gugatan perkara ini ke pengadilan dengan harapan mendapatkan keadilan yang se adil-adilnya,” pungkasnya. (finta rahyuni)