JAKARTA, kaldera.id – Cuitan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, melalui Twitter terkait kombinasi Hydroxychloroquine dan Azithromycin sebagai alternatif pengobatan pandemi Covid-19 akibat virus corona SARS-CoV-2 seketika membuat kedua obat tersebut naik daun.
Di sisi lain, pernyataan Trump juga memicu kontroversi. Kalangan profesional termasuk dokter Eugene Du, yang juga merupakan CEO Cool Quit, perusahaan yang terdiri dari tim dokter lulusan Stanford yang memerangi pandemi virus corona ikut buka suara.
Menurut Eugene, kombinasi hydroxychloroquine dan azithromycin untuk mengobati Covid-19 belum terbukti secara klinis aman dan efektif.
“Sebagai dokter, saya menjaga sumpah profesi untuk ‘pertama, jangan lakukan kejahatan’. Ini berarti tidak menguji obat pada pasien yang mungkin memiliki efek samping seperti kehilangan penglihatan, pendengaran, jantung, dan kematian, untuk keuntungan yang belum teruji,” katanya ketika membalas cuitan Trump.
Sebelum latah dan menumpuk obat yang belum terkonfirmasi khasiatnya menyembuhkan pasien positif virus corona, sebaiknya cari tahu terlebih dahulu khasiat dan efek samping Chloroquine berikut ini.
Hydroxycloroquine atau Chloroquine phospate merupakan obat yang digunakan dalam dunia medis sejak 70 tahun lalu. Chloroquine atau yang lebih dikenal sebagai pil kina memang aman digunakan pada dosis rendah dan sedang, tapi juga dapat menjadi racun dalam dosis yang tinggi.
Chloroquine Obat Berbahaya
Dokter dan Direktur Institute of Molecular Biology dan Biotechnology National Institutes of Health University of the Philippines, Manila Edsel Salvana, mengatakan konsumsi Hydroxychloroquine dan Azithromycin hanya diperbolehkan dengan resep dokter, karena keduanya termasuk obat keras.
Sebab, kombinasi kedua obat tersebut dapat menyebabkan aritmia atau gangguan irama jantung yang dapat menyebabkan kematian. Terutama jika pasien mengkonsumsi obat lainnya dan memiliki riwayat penyakit jantung.
“Di beberapa kesempatan memang dokter menggunakan satu atau kedua obat tersebut untuk pasien Covid-19, namun dosis diberikan dengan perhitungan dan monitor ketat,” katanya seperti dikutip dari cuitannya pada Minggu (22/3).
Edsel menambahkan, obat-obat tersebut hanya diberikan oleh dokter kepada pasien dengan keadaan infeksi tertentu. Pembelian obat-obat tersebut secara berlebihan untuk disimpan untuk sewaktu-waktu bukan hanya tak bermanfaat, tetapi juga membahayakan kondisi mereka yang membutuhkan jika stok obat kosong.
Sementara, Azithromycin merupakan antibiotik yang memerangi bakteri di berbagai organ dan bagian tubuh seperti saluran pernapasan, mata, kulit, dan alat kelamin. Obat ini juga hanya boleh digunakan dengan resep dokter.
Obat golongan antibiotik makrolida tersebut bekerja dengan cara menghentikan pertumbuhan bakteri dan tidak untuk digunakan untuk mengatasi infeksi virus.
Sementara di Indonesia, Presiden Joko Widodo, mengatakan sudah memesan 3 juta obat-obatan seperti Avigan dan Chloroquine.
Kepala Bidang Pengelolaan Penelitian Kimia LIPI, Akhmad Darmawan, menyebut efektivitas obat malaria untuk mengobati virus corona perlu dikaji lebih jauh dan menyeluruh. Sebab, menurutnya sifat parasit berbeda dengan virus.
Selain itu, peneliti di Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ratih Asmana Ningrum, mengatakan bahwa memang telah ada riset bahwa hydroxychloroquine bisa menghambat aktivitas virus, namun semua masih butuh penelitian lanjutan. (wel/ayp/tim/cnn)